Waktu
berlalu, andini melepas masa lajangnya dan menikah dengan teman SMA nya. Memang
di antara ke dua nya tidak menjalin hubungan special (pacaran). Ke duanya
bertemu di reunian SMA. Andini dan Rangga sudah cukup matang dari segi usia,
dan cukup mapan dari segi materi. Saat itu hanya mereka saja yang belum
menikah, saat itu teman-temannya menjodohkan ke duanya. Lalu mereka lebih dekat
dan bersahabat baik, tapi perasaan cinta tak pernah menghampiri Rangga bahkan
setelah menikahpun demikian. Rangga menikahi Andini tak lebih hanya ingin
membahagiakan orang tuanya dan hanya sekedar status, sedang Andini sendiri
berharap pernikahan yang normal pada umumnya. Rangga seorang karyawan swasta
yang memiliki posisi yang cukup penting di salah satu perusahaan sedangkan
Andini sendiri adalah seorag pengajar Sekolah Luar Biasa.
Awal
pernikahan Andini berharap bahagia, saat pernikahan pun Andini merasa bahagia
tanpa beban sedang Rangga sendiri biasa saja, dalam pikirannya yang penting
perubahan status dan menyenangkan ke dua orang tua nya.
Setelah
menikah keduanya pindah di rumah baru yang Rangga beli sebagai kado pernikahan
, agar mereka berdua hidup jauh dari orang tua Andini maupun Rangga. Karena
Rangga yang tak bisa mencintai Andini tiba-tiba yang tadinya hangat sebagai
sahabat berubah menjadi dingin dan cuek, sementara Andini merasa kaget merasa
sedih dengan keadaan yang sebenarnya. Hari pertama pernikahan Rangga
menjelaskan kepada Andini bahwa Rangga menikah hanya demi status dan
menyenangkan ke dua orang tuanya. Rangga minta maaf kepada Andini, dan Rangga
akan berusaha untuk mencintai Andini, namun Rangga ingin kamar mereka terpisah.
Rangga merasa risih jika harus satu kamar bersama orang yang tidak ia cintai.
Awal pernikahan Andini memang kecewa, lambat laun Andini pun setuju untuk tidur
secara terpisah, Andini berpikir akan mencoba mendekatinya dengan cara halus
tanpa terburu-buru dan berharap suatu saat nanti Rangga mencintainya.
Andini
berpikir sikap Rangga tidak akan berubah menjadi dingin, namun akan bercanda saat
mereka bertemu sewaktu reunian dan berkomunikasi baik sebagai seorang sahabat.
Rumah
serasa sepi, Rangga hanya pulang kerja kemudian makan, dan masuk kamar. Sedang
tak ada yang bisa memecahkan kesunyian. Jika pun Andini membuka pembicaraan
Rangga seolah tak perduli selalu pergi meninggalkan Andini. Waktu terus berlalu
ada perasaan jenuh yang menghampiri Andini. Ada kejadian sewaktu pagi hari,
Andini memasak sayur untuk sarapan. Saat Rangga mencicipi sayur tersebut
rasanya hamar, lalu Rangga mengatakan “jika
kamu sudah tidak mau memasak untukku, kamu tak perlu repot-repot. Aku akan beli
di luar”. Andini minta maaf bahwa dia tidak sengaja memasak sayur dengan
rasa yang kurang enak. Sikap Rangga bukan hanya dingin dan diam seribu bahasa,
namun kini ia mulai mengatakan hal-hal yang dapat menyakiti Andini.
Malam
itu Andini mengetuk pintu kamar Rangga“
mas, boleh buka pintunya. Saya ingin mengetakan banyak hal” Lalu Rangga
membuka pintu “ya, ada apa? Tolong
katakana cepat saya lelah ingin istirahat!” meski dengan perasaan ragu,
Andini coba menjelaskan perasaannya yang seolah tak di anggap “mas, hampir satu tahun pernikahan kita. Aku
cukup berusaha sabar dengan keadaan ini. Kita pura-pura bahagia dan hangat di
depan orang tua kita. Jika mas memiliki wanita idaman lain, demi kebahagian
mas. Mas boleh menikah lagi dan mas boleh menceraikan saya. Saya merasa tak ada
banyak hal yang bisa saya lakukan, komunikasi di antara kita pun benar-benar
seulit dan mas bersikap dingin seolah jijik ketika melihat saya.”. Rangga
marah mendengar kata itu, itu tandanya Andini ingin bercerai darinya”apa maksudmu? Kamu ingin membuat kaget
orang tua saya dengan cara bercerai atau saya menikah lagi. Tak ada dalam keluarga
saya yang menikah lagi! Aku menikah denganmu, aku memberi nafkah setiap
bulannya. Apa itu kurang cukup? Sebagai istri harusnya kamu sadar, sudah
beruntung saya nikahi. Jika tidak kamu hanya akan menjadi perawan tua, apa kamu
mau menjadi janda dan membuat malu orang tuamu?.” Andini merasa terpukul
dengan ocehan dari suaminya, Andini bingung merasa jenuh dan merasa tak
berharga, dia berpikir ribuan kali jika benar ia bercerai orang tuanya pasti
sedih, belum perkataan tetangga dan teman-temannya. Andini pergi meninggalkan
kamar Rangga, dan menangis di dalam kamar. Bukan hanya uang yang dapat membuat
bahagia, namun tentu kehangatan keluarga juga ia harapkan, menikah bukan hanya
melepas atau merubah status dan pura-pura. Setiap malam tiba Andini lebih rajin
menjalankan shalat malam, jika ia sedih dia mulai menulis di buku. Menceritakan
kisah pilu nya yang tak mampu di dengar oleh sahabat atau temannya. Tempatnya
mengadu hanyalah Allah, dalam shalat dan doa dia meminta yang terbaik. Jika
sedih Andini menulis menceritakan hidupnya lalu di bacanya kembali, lalu
kemudian di simpan di tempat yang aman. Rangga semakin menjadi, jika Andini
telat pulang maka Rangga akan marah, Andini sebagai seorang istri dia termasuk
istri yang sabar dan menurut dan berharap suatu saat Rangga akan berubah karena
sikap Andini. Waktu terus berjalan, Andini semakin tidak bersemangat dan lelah.
Kadang ia ingin pergi jauh namun tak tahu harus kemana. Rangga bukan hanya cuek
dan dingin naun ia juga sering mengatakan hal yang membuat Andini bersedih.
Kesehatan Andini mulai menurun, nafsu makannya berkurang, dan badannya semakin
kurus. Rangga mengira Andini hanya melakukan diet biasa saja. Pernah suatu
ketika Andini pingsan di sekolah karena badannya yang lemah, ketika Andini
sadar Andini di antarkan pulang oleh Hermanto dan Rosa. Rosa adalah seorang
guru teman Andini. Saat sampai di rumah Andini, kebetulan Rangga belum pulang.
Andini merasa nyaman karena Rangga tidak mengetahuinya.
Andini
biasanya pergi ke sekolah sendiri dengan menggunakan sepeda motor, tak pernah
di antar sekalipun. Saat itu sore pukul 5 Andini baru pulang dari sekolah
(banyak kegiatan). Tiba-tiba hujan turun , Andini bingung jika ia meneduh ia
akan telat pulang ke rumah, namun jika tidak ia akan kedinginan, ia tak mau ribut
dengan Rangga yang membuatnya pusing. Andini melanjutkan perjalanan, saat itu
lampu merah di jalan lalu Andini berhenti, berhenti tepat di samping mobil
suaminya (Rangga) namun Andini tidak sadar akan keberadaan suaminya yang ada di
sampingnya, namun saat itu Rangga tak sendiri dia bersama Hermanto , ternyata
Hermanto adalah rekan kerja Rangga. Hermanto yang saat itu melihat ke arah
samping dia melihat Andini. Tiba-tiba Hermanto berkata “coba kamu lihat wanita yang di samping itu? Dia teman istriku?”.
Lampu hijau mulai menyala Andini melaju kencang sekali, Rangga hanya melihatnya
dari mobil. Lalu Rangga berkata “ oh ya!
Bagaimana menurutmu tentang wanita itu?” . lalu Hermanto menjawab “dia wanita yang hebat, istriku bilang
banyak murid yang menyukainya. Dia cantik, namun sepertinya dia punya penyakit
yang cukup parah. Kata istriku badan nya mulai kurus, dia sering pingsan.
Sekali saya pernah mengantarkan ke rumahnya bersama istriku” . Rangga hanya
diam dan tersenyum, Hermanto tidak mengetahui kalo wanita yang di bicarakan itu
adalah istri Rangga.
Pukul
7 malam Rangga pulang, Andini menunggu kepulangan Rangga. Rangga yang baru
pulang bukan menyapa dengan hangat malah berbicara yang menyakitkan “ aku melihatmu di jalan ketika hujan turun
dengan derasanya. Apa kamu mau mati ngebut di jalan? Apa kamu sudah tidak waras
bukannya berteduh?”. Andini hanya menjawab “ maaf mas, saya tidak mau pulang telat lalu ribut. Saya berharap
kematian saya menjadi kado terindah buat mas”. Andini menangis dan
meninggalkan Rangga, Rangga mulai kesal Andini mulai berani menjawab. Rangga
menggedor-gedor pintu kamar Andini dan mendobraknya, Andini ketakutan dan pintu
pun terbuka. Rangga marah karena kesal “
sini kamu, sejak kapan kamu mulai berani
berbicara yang aneh-aneh. Aku hanya ingin kamu berteduh saat hujan, kalo kamu
sakit aku yang repot Andini.” Adini hanya menjwab “maaf mas”. Karena kesal Rangga menampar Andini. Pertama kali
Andini di tampar, Andini merasa sakit hati. Sejak saat itu Andini tidak bisa
tidur, dan selalu tidur larut tengah malam. Suasana semakin dingin, Andini
serasa gila jika terus begini. Malam itu pun tiba, saat Andini terbangun dari
rasa sakit yang hebat, perut, pinggang dan panggulnya terasa sakit hebat.
Tiba-tiba keluar darah dalam jumlah yang banyak. Andini mencoba menahan rasa
sakit yang hebat. Seketika Andini pingsan, Andini yang biasanya bangun pagi dan
mulai kegiatannya. Kini ia terlambat bangun, pukul 7 dia baru bangun/sadar.
Rangga kesal dia menanti Andini di depan pintu kamarnya, Andini saat itu yang
masih lemas merasa bingung akan sakit yang di rasakan. Tubuhnya begitu lemas,
wajahnya pucat. Dia mulai merapihkan diri dan mulai keluar kamar, tiba-tiba dia
kaget melihat Rangga dengan wajah kesal. “mas,
maaf mas saya kesiangan. Saya harap mas tidak marah, saya malas untuk berdebat
hari ini. Badan saya serasa lelah mas. Saya juga mau minta ijin ke dokter, saya
pergi sendiri mas. Dan maaf saya tidak memasak hari ini”. Rangga melihat
ada yang aneh dengan Andini, Ranggapun hanya melihat Andini, dan berkata “ya”. Lalu pergi meninggalkan Andini,
sejuta Tanya di hati Rangga, Andini sakit apa dan apa yang terjadi dengan
Andini.
Andini
pergi memeriksakan kesehatannya, dia memanggil taksi karena tak sanggup naik
motor. Dia berangkat ke salah satu Rumah Sakit, dia memohon kepada sopir taksi
untuk mengantarnya sampai selesai pulang dari dokter, dengan imbahan uang lebih
untuk membayar sopir tersebut. Karena iba sopir tersebut mau. Hari pertama dr
yang memeriksa Andini, meminta untuk tes lebih lanjut, untuk memastikan penyakit
Andini dengan benar, Andini mulai melakukan rangkaian tes yang di minta oleh
dr. karena dari gejala sebenarnya dr sudah mengetahui penyakit Andini. Hasil
pemeriksaan akan keluar dalam beberapa hari.
Lalu
Andini pulang di antar sopir tersebut, Andini kaget Rangga sudah di rumah.
Andini meminta maaf karena dia tidak berangkat sendiri, di depan pintu
tiba-tiba Andini pingsan, lalu Rangga dan sopir tersebut menggotongnya ke dalam
rumah.tiba-tba sopir itu berkata “pak,
sepertinya istri bapak mengalami sakit yang cukup parah. Dr belum memberikan
hasil pemeriksaannya nanti dalam beberapa hari hasilnya akan keluar, tadi istri
bapak juga tidak kuat jalan dan meminta saya untuk menemaninya, saya kasihan
dan saya temani dia. Dia tak banyak biacara hanya terus meangis dan terus
melihat poto dalam domptenya. Saya lihat sepertinya poto pernikahan pak. Maaf
jika saya sudah lancang, saya harap bapak bisa memberinya kekuatan agar istri
bapak tetap semangat. Semoga istri bapak cepat sembuh” lalu sopir itu pun
pamit pergi. Rangga menunggu Andini untuk sadar, saat Andini sadar Andini hanya
menangis menahan rasa sakit yang muncul lagi. “mas tolong bawa tas saya, di sana ada obat yang di berikan dr, obat
penahan nyeri” Rangga merasa bersalah, sikap Rangga mulai berubah. Peduli dan
hangat, Andini merasa, sakit ternyata dapat membuat seseorang yang beku hatinya
mencair. Rangga meminta Andini untuk tidak mengajar dalam beberapa hari. Andini
pun setuju, Andini merasa baikan akhirnya meminta ijin kepada Rangga untuk
mengajar. Saat Rangga mulai pergi meninggalkan rumah, Andini tidak pergi ke
sekolah namun pergi ke rumah sakit. Saat itu dr bingung menjelaskan karena
Andini datang sendirian, namun apa boleh buat dr harus menjelaskannya. Ternyata
gejala penyakit Andini sudah lama, namun secara bertahap sakitnya akan semakin
hebat. Seperti tersambar petir Andin terkena kanker serviks stadium 4. Andini
menangis histeris dan pingsan, awalnya kaget, marah dan sedih. Lalu beberapa
lama kemudian Andini sadar, dan pulang ke rumah. Wajahnya semakin pucat. Lalu
dia shalat dan berdoa untuk menenangkan hatinya “ya Allah, ini begitu berat. Tapi jika ini yang terbaik kuatkan aku,
cintai aku. Aku tahu selalu ada hikmah dari segala kejadian, aku percaya Engkau
menyayangiku, jika penyakit ini membuat ku lebih dekat denganMu aku ikhlas.”
Andini
sadar, kemungkinan untuk sembuh sudah tidak ada lagi harapan, Andini yang dulu
merasa jenuh dan ingin pergi jauh. Akhirnya berpikir, ini adalah kesempatan
terakhirnya sebagai seorang istri, anak, dan guru. Harus memberikan yang
terbaik sebelum ajal tiba. Andini semangat menjalani hari, memberikan yang
terbaik sebelum semuanya berakhir.
Saat
itu Rangga mulai menyayanginya, dan mulai perduli. Rangga begitu hangat, suatu
ketika malam itu pun tiba. Saat Rangga memberikan kejutan untuk Andini, Andini
menangis haru merasakan cinta dari Rangga. Andini merasa bahagia, namun Andini
tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Andini tiba-tiba di bayangi rasa takut
yang sagat hebat, takut akan kematian, takut akan kesendirian. Pernah dia
meminta Rangga menemaninya tidur, Rangga pun tak keberatan. Lalu larut tengah
malam Andini pun merasa kesakitan yang hebat Rangga kebingungan dan berusaha
menenangkan Andini, Andini meminta obat yang ada di dalam lacinya. Tampa di
sadari Andini di sana ada hasil pemeriksaan dr, Rangga mengambilnya lalu
mnyimpannya dalam saku. Rangga memberikan obat kepada Andini, dan menunggu
Andini tidur pulas. Saat Andini tidur pulas Rangga yang penasaran membuka hasil
kesehatan Andini, Rangga kaget seketika dirinya terdiam lalu menangis. Rangga
merasa dirinya tak berguna, dia menatap wajahn Andini, dan mengingat semua
kejadian dan perlakuan buruknya kepada Andini, Rangga tidak sanggup
membayangkan jika harus kehilangan Andini dan Rangga teringat akan kata-kata
Andini kematian adalah kado terindah untuknya. Lalu Rangga tak kuat menahan
tangis dan segera memeluk Andini dan tidur di sampingnya sambil menangis.
Andini terbangun dan kaget melihat Rangga tidur di sampingnya sambil menangis, “mas hei kenapa menangis? Ada apa mas?” Rangga
terpaku hanya memeluk dan mencium kening Andini, dia terus menangis. Andini pun
semakin bingung “mas, katakana ada
apa?mas tolong jangan buat saya khawatir?” lalu Rangga berkata “kenapa kamu sembunyikan ini? Kenapa tidak
bilang yang sebenarnya. Sekarang ijin kan aku untuk selalu di sampingmu, aku
tak ingin kamu menahan sakit ini sendiri, aku suamimu berbagilah denganku
ceritakan apa yang terjadi denganku, aku tau dari laci itu. Kamu tidak bisa
sembunyikan ini lagi!”. Andini bingung harus mulai dari mana, kemudian
Andini mulai menangis dan menceritakan “ya
mas, saya kanker stadium 4. Harapan untuk hidup lebih lama rasanya mustahil,
mas saya tidak ingin ada yang mnegetahui ini. Tapi kadang, saya bingung dan
saya takut menahan rasanya kematian di depan mata, saat ini yang saya lakukan
berusaha memberikan yang terbaik, sebelum akhirnya aku pergi” Lalu Rangga
memeluknya erat, dia berjanji akan menjadi suami terbaik buat Andini. Andini dan
Rangga saat itu menangis berdua, saling menguatkan dan meyakinkan semuanya akan
baik-baik saja.
Setiap
hari Rangga berikap hangat dan bersahabat, memberikan cinta dan hadiah untuk
Andini. Saat makan malam, Andini yang tidak nafsu makan, dengan badan makin
lemas hanya terdiam melihat makan. Lalu Rangga berkata “masakan nya tidak enak ya? Sini mas suapin “ Andini menangis, merasakan
tubuhnya sudah tidak sekuat dulu lagi dan berkata “mas, jika nanti tiba saatnya saya pergi. Saya yakin mas bisa menerima
kepergian saya, mas masih muda jika mas menikah lagi. Tolong mas jangan
perlakuakn wanita manapun seperti mas memperlakukan saya dulu. Rasanya sendirian
itu sakit mas, tapi saya bahagia di penghujung usiaku mas dapat membuka hati
buat saya. Saya selalu mencintai mas dan berusaha menjadi istri yang terbaik
buat mas. Maaf kan saya mas, yang belum pernah mampu membahagiakan mas. Apa lagi
saat ini saya hanya membuat mas repot dengan sakitku”. Rangga menangis saat
itu, ia teringat kembali akan apa yang ia lakukan pada Andini, dan ia menyesal
dan meminta maaf kepada Andini, Rangga tak punya niat untuk menikah lagi,
baginya mencintai Andini adalah hal terindah dan Andini lah wanita pertama yang
membuat hatinya luluh dan mencintainya. Saat itu Andini juga minta maaf telah
mengingatkan hal yang Rangga anggap adalah kesalahan terbesarnya. Hari demi
hari pun terus berlajut, Rangga semakin cinta terhadap Andini, Andini pun
bahagia. Hari menjelang pagi, Andini membangunkan Rangga, saat Rangga meminta
Andini untuk memeluknya Andini pun tersenyum duduk di sampingnya dan mulai
memeluknya. Rangga merasakan kehangatn yang dahulu belum pernah ia rasakan,
Rangga bahagia memiliki istri yang soleh. Saat Rangga hendak terbangun, Andini
tidak sadarkan diri di pangkuannya. Andini pun tak bernapas, Rangga panic bukan
main. Rangga menelpon keluarganya, dan saat itulah Rangga kehilangan orang yang
paling ia cintai. Kepergian Andini membuatnya terpukul, kehidupannya semakin
tak karuan, menangis, down, merasa bersalah seumur hidupnya. Bayangnya kembali
ke masa lalu saat memarahi Andini. Kini saat dia terbangun tak lagi melihat
sosok istri yang ia kagumi di saat-saat terakhirnya. Penyesalannya sangat
besar, seumur hidup ia tak mampu memaafkan dirinya, tak banyak orang tahu bahwa
sikapnya dulu yang membuat Andini selalu menangis, dalam pernikahannya dia
abaikan Andini, kini saat ia mulai mencintai dan bahagia dia harus kehilangan
Andini. Di tambah Rangga menemukan buku harian Andini yang membuatnya semakin
larut dalam kesedihan, banyak kata-kata cinta dalam buku itu yang ia rangkai
untuk Rangga. Waktu terus berlalu, Rangga mulai bangkit dan menjalankan roda
kehidupannya, namun bayangan Andini masih melekat dalam pikirnya. Mencintainya hingga
akhir hayatnya, menahan rindu yang tak mampu ia ucapakan, hanya dalam doa dia
merasa tenang, hingga menua Rangga hanya mencintai Andini. Dan Rangga hidup
sendiri, baginya cinta hanya untuk Andini wanita hebat dan soleh yang ia
banggakan seumur hidupnya. Kenangan dan bayangan Andini selalu hidup dalam
hatinya. Rangga hanya berdoa, berharap kelak dapat berjumpa lagi dengan Andini,
mencintai Andini dalam doa membuat Rangga bertahan hingga menua.
Begitulah
cinta, jika ada memang kadang kita lupa untuk mempertahankan dan menghargainya,
namun ketika ia pergi barulah terasa akan arti hadirnya orang itu. Hargailah apa
yang kamu miliki, cintailah dan syukurilah.
1 komentar:
Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya: Tshirt Dakwah Islam
Mau Cari Bacaan yang cinta mengasikkan, disini tempatnya Cinta Karena Allah
Post a Comment