thumbnail

DRAMA MUSIKAL POLA ASUH DI ZAMAN DIGITAL


 


DRAMA MUSIKAL POLA ASUH DI ZAMAN DIGITAL


libur telah tiba semua anak bernyanyi riang (musik libur telah tiba) 

dipagi yang cerah terlihat  anak-anak  yang sedang bermain ( kaulinan barudak ) oray orayan, perepet jengkol  cingciripit 

adegan 1 ( Mereka masuk dengan memperagakan kaulinan  zaman dulu )

(musik kaulinan barudak sunda ( musik kauulinan barudak )

disisi lain ada anak-anak  yang sedang bermain gadgetnya ( bermain tiktok, mobil lagen dan selfi2 

adegan 2 ( Mereka masih di tempat  asyik bermain  gadjetnya)

(Musik game dan tiktok )

datang seorang ibu orang tua dari mereka yang sedang kepusingan melihat anak2 bermain hp  mereka langsung dinasehati dan menyuruh menyimpan hpnya tetapi tidak di dengar

adegan 3 

Bunda: "Heeeiiiii kamu bunda cari ternyata ada d sini , jangan maen hp teruuss tuh d cariin yanda, katanya bantuin cuci mobil"(musik  pusing pala berbi)

Hari sudah mulai siang adzan duhur pun  telah berkumandang ( musik adzan berkumandang) 

sebagain anak ada yang pergi ke mesjid ( musik ayo shalat )

ada yang masih bermain gadjetnya 

lalu ibu dari anak tersebut menyuruh anaknya shalat tetapi dia tetap membantah...dan melanjutkan bermain hp

semapainya di rumah orang tua dari  anak- tersebut mendiskusikan sikap anak- anak  mereka yang mulai ketergantungan terhadap gadjet

Bunda : "yanda sepertinya anak kita kecanduan maen hp , gak tau waktu, d ajak ngbrol gak pernah nyaut, malah teruusss aja nunduk maen hp 

Yanda :" iya bunda , panda juga melihatnya seperti itu,

Bunda : “  Jadi kita Harus bagaimana?

Yanda : “ Yanda punya ide karena sedang libur sekolah bagaimana kalau anak-anak  kita mengikuti kegiatan  monder cam program yang  akan melatih mereka  menjadi anak2 yang produktif  berkualitas dan siap  menghadapi tantangan di masa depan” 


dan akhirnya orang tua dari mereka  sepakat untuk mengikuti program wonder camp yaitu program yang  akan melatih mereka  menjadi anak2 yang produktif  berkualitas dan siap  menghadapi tantangan di masa depan  ( musik satu di tambah satu, paskibra, dan jaipongan 

Simpulan 

Saat ini perkembangan teknologi sangat pesat hadirnya teknologi dapat memberikan perubahan pada nilai sehingga dapat memberikan dampak negatif maupun positif. selain perubahan pada nilai, pola pengasuhan anak tentunya juga berubah

Pola asuh yang dibutuhkan pada era digital saat ini adalah pola asuh demokratis dan pola asuh otoritatif. Pola asuh ini berupaya membantu anak agar anak dapat menggunakan media digital dengan benar dan positif. Dengan pola asuh ini orang tua mengharapkan agar anak dapat terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif dari era digital.

Untuk mendapatkan musik /video youtube nya silahkan download melalui savefromnet.com di link berikut 

https://youtu.be/ZOW5ilDhmXI

thumbnail

MASA PERJALANAN PALESTINA TERGAMBAR LEWAT WARNA BENDERANYA

Mungkin ini hanya pendapatku saja, melihat berita tak henti-henti memggambarkan k3k3jaman z10n15 15r43l, yang serta merta dengan bebas memb4nt41 warga Palestina, entah itu di tepi barat atau wilayah Gaza dengan s3r4ng4n b0m / rud4l. 

Bendera kebanggan, selalu menjadi impian dapat berkibar bebas menyerukan kemerdekaan dan perdamaian. Sebagian penduduk bumi berdoa dan mendukung, namun sebagian enggan untuk mengakui keberadaanya. Tapi kita semua berharap, sakit ini, pilu ini dapat segera berakhir. 

Mungkin aku hanya berpendapat lewat warna bendera Palestina. 


Ada 3 warna, hitam, putih dan hijau yang menggambarkan masa perjalanan Palestina. Namun ada 1 warna merah di samping kiri berbentuk segitiga, mewarnai masa perjalanan Palestina. 

Ini hanya apa yang aku pikirkan saja selebihnya hal itu mungkin pendapat yang cuma ingin aku ceritakan tentang gambaran yang terjadi pada warga Palestina. Seperti sudah tergambar jelas pada Benderanya sendiri. 

Palestina seperti akan mengalami 3 masa dalam kehidupan yang terjadi saat ini. 

Hitam: masa kegelapan ( penjajahan) mata dunia seolah bungkam

Putih : masa terang dan perdamaian ( mata dunia mulai terbuka) 

Hijau : masa yang indah ( syurga) buah dari semua kesabaran dan perjuangannya. ( kebebasan yang sejati) 

Namun dalam masa-masa itu akan terjadi pertumpahan d4r4h. 

Selama masa kegelapan, d4r4h-d4r4h tak berdosa mengalir hingga menetes pada bumi Palestina. Dan masa sulit ini ( pemb4nt4in dan pertumpah d4r4h) tak akan berhenti, dan sebagian mata dunia masih bungkam

Hingga menuju masa, dimana pertumpah d4r4h itu menuju puncak. Segitiga lancip di tengah-tengah warna putih itu, seolah menjelaskan banyak korban tak berdosa yang melayang, pertumpahan d4r4h memuncak hingga menuju titik tak dapat diterima, dengan pengorbanan mereka yang gugur, dan berapa banyak ny4w4 melayang tak terhitung baru dapat membuka mata dunia. Saat semua k3k3j4man begitu nista, disanalah mulai ada titik terang, pertumpahan d4r4h masih terjadi, namun mengalami penurunan ( menuju titik aman) korban kekejaman menurun drastis hingga pada akhirnya Palestina akan berkibar dan benar-benar merdeka. Masa kejayaan masa kemerdekaan yang sejati. 

Dalam Islam, hijau itu warna syurga. Bumi Palestina dibentuk atas perjuangan yang tak pernah lelah, hingga banyak para syuhada yang gugur di medan perang. Namun menjadikan bumi yang dimuliakan Allah SWT. Yaitu syurga yang ada di bumi, dan penduduknya penghuni ahli syurga. 

Di masa kegelapan ( masa penjajahan) ini korban ( pertumpahan d4r4h) memang terus meningkat, namun percayalah semua akan berkahir dan akan menuju pada bahagia yang hakiki. 

Mari terus bergerak, melawan dan menghapus penjajahan di atas bumi. Seperti apa yang disuarakan oleh Bung Karno, bantu sodara seiman kita, bantu sodara sesama kita sebagai manusia. Suarakan perdamaian, dan jadikanlah bumi ini aman dan tentram. 

Semoga Palestina berjaya, meski 138 negara telah mengakui namun 55 negara belum mengakui. Secara akal sehat 138 akan menang banyak daripada 55. Namun entah apa yang terjadi, seolah ada dalang dibalik perdamaian yang tak tercipta ini. 

Semoga Allah SWT, mengetuk hati para pemimpin negara, agar memiliki hati dan nurani. Aamiin

Mari berkontrobusi, sesuai kemampuam kita


thumbnail

HARAPAN DITENGAH KESULITAN - SEMANGAT BELAJAR ANAK PERBATASAN DITENGAH KETERBATASAN


Gaji 125 rb/bulan

Cukup buat apa?bensin perjalanan? Bayar cicilan motor 

Jika dilihat dari nilainya uang segitu mana cukup. Rasanya kaget biasa nerima gaji lewat atm dengan nominal bahkan berlipat dari itu. Siapa yang mau ??

Tapi pernah tidak punya rasa ga apa - apa gak di bayar juga asal mereka bahagia.

Siapa??

Sekolah SMP MH  adalah sekolah pertama yang bikin aku jatuh cinta dan sayang sama anak - anak. 

Sekolah kecil, di perbatasan kabupaten dan kota. Sepanjang perjalanan disuguhkan dengan pemandangan hijau.

Siapa yang tidak sayang dengan mereka?

Mayoritas anak korban broken home, gak punya uang jajan, ada yang bahkan pulang sekolah langsung kerja ngejait ampe jam 10 malam, saat belajar lelah ketiduran. Ada juga yang jadi pemakul beras saat pulang sekolah, bahkan saat hujan gede pun itu anak masih kerja.

Malu rasanya, jika menunutut lebih. Sementara melihat mereka dengan beban hidup yang berat, suatu hari saya pernah menyuruh anak - anak menulis kisah sedih. Yang isinya beragam membuat  1 minggu gak bisa tidur. Kasian mereka benar - benar malang.

Ada yang rindu ayahnya yang hilang, ada yang benci ayah  karena meninggalkan, ada yang sehari jarang nemu nasi, ada semua macam kisah pilu ada disana.

Aku bahkan yang matre luluh dengan keadaan mereka, semua egoku yang tadinya melihat materi lenyap saat melihat keadaan seperti itu, tidak mudah jadi mereka dengan beban hidup yang berat mereka masih semangat dan mau Sekolah.

Aku bertemu kawan yang hebat pengajar yang penuh keikhlasan Bu Rizki namanya, dia rela ngasih les gratis buat salah satu anak yang punya kesulitan membaca. Kita pernah pulang jam 5 sore karena rasa sayangnya pada salah satu anak dan berharap anak tersebut bisa baca. Perjalanan jauh dari sekolah ke rumah ditambah hujan besar membuat kita kebulusan di jalan. Tapi itu tidak membuat kami kapok.

Siapa yang tidak sayang dan kasihan dengan anak yang punya kesulitan membaca itu, setiap hari harus menjalani kehidupan yang keras karena keadaan rumah yang tidak sehat. 

Pernah bu Rizki membawa 1 bungkus kue mari, lalu dibagian setiap keping pada satu anak. Bu Rizki nangis liat salah satu anak membagi 2 kue itu, dan potongannya dia simpan ke dalam tas,saat ditanya anak itu kenapa di simpan? Anak itu menjawab ini oleh - oleh buat adik.

Pemilik sekolah pernah mengadakan liburan sambil bagi rapot ke pantai nginep 2 malam, hebatnya lagi ongkos + makan bayar seadanya. Apa yang terjadi??? Anak - anak hanya bayar 5rb paling besar 10rb saja

 Semua ditanggung pemilik sekolah dimulai dari makan dan penginapan. Jumlah anak di sekolah itu tidak banyak, karena tidak semua anak d wilayah itu sekolah. Karena dengan tingkat ekonomi yang masih rendah kurang sadarnya tentang pendidikan, padahal sekolah benar - benar gratis. Murid hanya sekitar kurang lebih 40 anak

Bu Seli dan Pak Kital guru hebat, mereka punya cita - cita memajukan anak - anak di desa itu. Sekolah gratis baju gratis tinggal maunya saja anak - anak sekolah.

Dari mereka aku belajar bagaimana menyayangi anak - anak.

Ternyata benar, bahagia sekali setiap ada jadwal ketempat itu meski hujan panas atau cuaca bagaimana pun di tempuh. Pernah jatuh hingga bibir jontor, pernah terguling hingga baju kotor tapi gak bikin kapok.

Pantas saja banyak yang sayang mereka, pantas saja banyak yang bahagia saat melihat mereka tersenyum. Tidak semua bayaran yang kita terima harus dilihat dari berapa nilainya, ada rasa bahagia yang tidak bisa diukur dengan uang saat bersama anak - anak.

Hanya dengan hadiah 1 buah bengbeng aja, bikin anak - anak jadi rajin dan berusaha keras agar rajin sekolah dan nilai bagus. Ya ampun mereka sudah bahagia.

Saat itu selain di smp aku juga ngajar di smk, kisah anak-anak aku ceritakan pada rekan di sekolah. Bukan hanya aku yang nangis dan sedih ternyata mereka juga sama, ada guru - guru yang menyumbang baju dan makanan, bahkan uang. 

Aku suka bawa barang titipan teman - teman di Smk tiap hari jumat. Aku bagikan pada anak - anak, mendapatkan hadiah baju bekas saja anak - anak sudah girang bukan main.

Dan aku juga makin sayang sama anak - anak, saat aku kecelakaan bikin bibir jontor dan tangan bengkak. Masih sakit akupun tetap ke sekolah, jadwal ke SMK. Di loteng saat aku melihat kebawah ada anak smk yang memindahkan posisi motorku agar mudah aku pakai saat pulang.

Ada bahkan yang berkata, ibu jaga diri di jalan hati - hati sambil terus menatap. Halahhhh hati ini makin sayang pada mereka.

Aku bahagia dengan apa yang aku dapat saat itu, karena aku bersyukur bertemu dengan orang - orang yang penuh dengan keikhlasan sedikit banyak mengajarkan aku menjadi manusia yang peka dan peduli.

Aku jdi tahu, mengapa masih banyak honorer disana yang bertahan mengajar padahal mereka diupah dengan bayaran kecil.

Aku ingat pepatah salah satu kepala sekolah " jika ke sekolah berharap materi yang lebih itu salah, karena sekolah bukan ladang usaha"

Pepatah pengawas " sekolah tidak bisa kasih lebih semoga Alloh kasih pahala yang besar "

Benar saja bukan ladang usaha, maka itulah saya banyak melihat guru honorer yang mengajar sambil berwirausaha. Semoga Alloh memberikan rizqi dari jalan yang laen.

Untuk guru honorer, mengajar hanya sebuah kesenangan serta kebagahagiaan dan wirausaha sumber ladang usaha. Semoga tetap ikhlas,berusaha dan bersyukur

Semoga Alloh memberikan tempat yang mulia bagi mereka yang ikhlas , bersabar dan beryukur.  Dan mendapatkan rizki dari jalan yang tidak di sangka - sangka. Aamiin

thumbnail

SINOPSIS FILM HABIBIE & AINUN 3 - KISAH PERJALANAN HIDUP AINUN MUDA



Siapa yang tidak kenal dengan sosok Habibie & Ainun, selain terkenal dengan sosok cerdas dan termasuk orang no. 1 di Indonesia, sosok ini juga dikenal karena kisah kehidupannya  atau tepatnya perjalanan kisah cintanya yang unik.

Bagi anda penggemar Habibie & Ainun, pasti tidak pernah ketinggalan dengan kisah cintanya yang di film kan?
Hmmm Habibie & Ainun 1 membahas tentang kisah cinta dan bersatunya Habibie & Ainun. Kemudian disusul dengan dengan kisah Habibie & Ainun 2 tentunya menceritakan kisah cinta Habibie dengan gadis asal Jerman.

Nah kali ini di Habibie & Ainun 3 saatnya menceritakan perjalanan, perjuangan, dan kisah cinta Ainun.

Ainun merupakan sosok yang cerdas, berprestasi dan juga pemberani.
Film ini bercerita saat anak dan cucu Eyang Habibie hendak makan malam, semua anggota keluarga berusaha untuk tidak mengingatkan eyang Habibie terhadap alm mendiang istrinya. Namun tiba-tiba, salah satu cucu dari eyang Habibie yang bernama Tifany meminta di antar ke kamar mandi karena takut, sambil menuju kamar mandi eyang Habibie menceritakan eyang Ainun, bahwa Tifani ( cucunya ) harus jadi wanita pemberani seperti eyang Ainun. Kisah ini dilanjutkan di meja makan, setelah Tifani selesai buang air kecil

Saat di meja makan, semua anggota keluarga berusaha menceritakan hal - hal yang lucu dan unik, berharap anggota keluarga ikut tertawa. Namun salah satu anggota keluarga berkata " Apanya yang lucu?" Semua terdiam, karena memang mungkin ceritanya garing. Nah Tifani teringat, eyang Habibie akan menceritakan tentang eyang Ainun. Tiba - tiba eyang Habibie menceritakan, raut wajah dari anak eyang Habibie agak kebingungan takut jika eyang Habibie menceritakan kisah eyang Ainun dengan durasi yang sangat panjang. Konon jika eyang Habibie menceritakan kisah tentang eyang Ainun itu bisa lama dan lupa waktu. Usaha anak pertama eyang yang sudah berjuang melemparkan suasana sia-sia. Kenyataannya cerita eyang sangat menarik perhatian menantu dan cucunya, dan pada akhirnya anak eyang sendiri ikut larut di dalamnya.

Bermula dari Ainun muda yang sedang duduk di halaman sekolah bersama kedua temannya, kemudian didatangi Habibie dan langsung berkata " Ainun, kamu jelek, hitam seperti gula jawa" dengan perasaan kaku kemudian Habibie meninggalkan Ainun yang kebingungan.

Saat pertandingan di sekolah ternyata Ainun mampu mengalahkan tim lawan .Unik nya pemeran tim lawan adalah cucu asli eyang Habibi & eyang Ainun ( Tifani yang beranjak remaja)
Dari kemenangan itu, hati Habibie mampu luluh karena ketangguhan Ainun dalam menghdapi lawan.

Saat hendak perjalanan pulang, keduanya menuju arah yang berbeda. Diperjalanan yang berbeda, masing - masing teman dekat Habibie / Ainun saling meledek mereka dan mengatakan Habibie & Ainun cocok, sama-sama cerdas.

Diperjalanam saat Habibi melihat Ainun naik becak, mencoba mengejar namun Habibie terjatuh karena hampir terserempet mobil. Saat terbangun dan mencoba mencari Ainun, Ainun sudah tidak ada di depan mata.
Kala itu Ainun pulang dengan keadaan kurang ceria, terus terfikir apakah dia di terima di UI Fakultas kedokteran?
Hatinya gelisah berharap ada surat dari UI, ternyata surat yang ditunggu ada ditangan kakak laki - lakinya. Saat dibuka syukurlah Ainun diterima di UI Fakultas Kedokteran.

Perayaan kelulusan pun telah tiba, SMAK DAGO Bandung mengadakan pesta perayaan. Dansa dan lagu jadul menjadi hal menarik disini, semua terbawa suasana menari bersama.
Tanpa sengaja Habibi yang sedang duduk kala itu di datangi Ainun, mereka bercerita tentang langkah dan study mereka. Habibi akan kuliah di Jerman Barat Fakultas Kapal terbang dan Ainun di UI Fakultas kedokteran.

Saat hari pertama masuk kuliah, masa perkenalan Ainun yang kala itu ditanya oleh seniornya alasan ingin menjdi dokter jawaban Ainun membuat seniornya merasa aneh dengan jawaban bahwa Ainun ingin kuliah di UI Fakultas kedokteran karena ingin mencari jodoh

Akhirnya kumpulan calon mahasiswa yang kena hukuman di masukan ke salah satu tempat, mereka d hukum dan di bending. Dari sanalah Ainun mendapatkan sahabat cewek tomboy yang ceplas ceplos dan cowok lembut yang ternyata pandai taekwondo ( keponakan Habibie )

Alasan Ainun ingin menjadi dokter karena pernah suatu kisah pada tahun 1944 pada masa penjajahan Jepang, Ainun pernah dengan cara sembunyi - sembunyi pergi dari rumah bersama ibunya untuk menolong seorang yang hendak melahirkan. Dari sanalah Ainun memiliki cita - cita ingin menolong orang.

Pertemuan dengan Ahmad sosok penting dalam kisah cinta Ainun yang diperankan oleh Jefri Nichole, saat keduanya tanpa sengaja bertemu di Rumah Sakit. Kebetulan saat itu, Ainun praktik bersama teman - temannya dengan menggunakan media mayat. Saat selesai dan hendak pergi keluar Ainun bertemu dengan Ahmad, awalnya Ahmad mengira bahwa Ainun adalah seorang perawat. Perbincangan pun semakin menarik kala Ainun menjelaskan dia adalah seorang mahasiswa, dan pada akhirnya Ahmad memperkenalkan dirinya.

Saat di kampus, Ahmad terus memandangi Ainun, teman Ainun yang tomboy tidak menyukai ada laki - laki yang memandang Ainun dengan cara seperti itu.
Akhirnya Ahmad di tantang duel, akhirnya Ahmad menyanggupi dan mulai bertanding dengan saah satu teman Ainun yang ternyata keponakn Habibie. Pertarungan mereka lumayan seru membuat semua mahasiswa taruhan, dan dipertengahan pertarungan tiba - tiba dihentikan karena alasan menyelamatkan agar teman - teman yang lain tidak berjudi.

Karena kesungguhan Ahmad, akhirnya teman - teman Ainun mengijinkan Ahmad menjadi salah satu bagian dari mereka.


Cerita pertemuan mereka menciptakan benih2 cinta dari keduanya.
Sosok Ahmad yang penyayang, yang berusaha menjaga Ainun dengan kesungguhan hati mampu membuat setiap wanita manapun pasti luluh.
Ahmad yang cerdas, mampu menghangatkan suasana, berani bertarung dengan para preman karena hampir menodai Ainun, kemudian berkelahi dengan teman sekelas Ainun ( senior yang tinggal kelas ) karena menghina dan merendahkan Ainun. Intinya Ahmad itu laki banget.

Keduanya terlihat saling mencintai dan melengkapi satu sama lain.

Ada saat / kejadian yang membut Ainun down, rasa percaya dirinya hampir hilang dan membuatnya merasa bersalah seumur hidup. Ketika Ahmad dan Ainun pergi ke wahana permaina, tiba - tiba salah satu wahana permainan rusak padahal ada pengunjung yang sedang naik. Ada salah satu anak yang terluka parah, Ainun mencoba membantu dan menolong, saat di bawa ke rumah sakit dan dilakukan tindakan lebih lanjut ternyata anak tersebut tidak tertolong dan meninggal. Pihak keluarga menyalahkn Ainun dan menyebutnya pembunuh.

Ainun terpukul dan sedih akhirnya pulang ke Bandung dalam keadaan down. Tapi ayahnya mampu menguatkan.

Saat kembali ke Jakarta, Ainun dan Ahmad pergi ke pantai. Ainun bertanya tujuan kedepan apa yang akan dilakukan oleh Ahmad. Ahmad ingin membawa Ainun keliling dunia,pergi dari Indonesia, Ahmad yang tidak menyukai Indonesia dan tidak menyukai pemikiran orang - orang Indonesia pada umumnya, ingin mengajak Ainun hidup bersama dan pergi dari Indonesia. Keputusan Ahmad ternyata tidak diterima oleh Ainun. Ainun ingin tetap tinggal di Indonesia dan menolong orang - orang yang sakit.
Ahmad seketika kecewa, namun berusaha mengikuti kemauan Ainun dan mencoba berusaha mengikuti kemauan Ainun. Tapi Ainun mencoba menjelaskan bahwa Ahmad berhak mengejar cita - citanya untuk menjelajah dunia dan mewujudkan cita - citanya. Keputusan berat membuat keduanya sedih begitu dalam, namun keputusan itu mampu diterima oleh mereka berdua.
Ahmad sendiri adalah anak dari Profesor yang mengajar di Fakultas kedoketeran, tepatnya yang mengajar Ainun. Namun saat kedunya memutuskan berakhir sang Profesor tetap berbaik hati terhadap Ainun karena kebaikan dan kecerdasan Ainun.

Ainun menjdi lulusan terbaik di UI. Betapa bangganya Ainun merasa menjadi bagian dari Indonesia dan ingin mengabdikan diri hanya untuk negeri ini.


Kisah Ahmad dan Ainun telah selesai, namun ending dari cerita ini Ainun akhirnya hidup bersama Habibie.

Kelemahan dari film ini adalah: sosok Ainun yang menolak hidup bersama Ahmad karena ingin menetap di Indonesia dan mengabdi untuk negeri. Namun menerima hidup bersama Habibie yang mengajaknya hidup di Jerman dan rela menanggalkan cita - citanya.

Tapi mungkin sebenarnya Ainun mencintai Habibie karena kecerdasan dan kecintaanya terhadap tanah air, Habibie ingin belajar membuat kapal terbang dan membanggakan Indonesia. Berbeda dengan sosok Ahmad yang dinilai disini kurang mencintai negerinya karena pemikiran orang - orangnya.

Barangkai Ainun juga tidak mau menghentikan langkah Ahmad untuk mengejar cita - citanya.

Pelajaran dari film ini:
Jodoh itu kata eyang Habibie " seromantis apapun, jika tidak memiliki frekuensi yang sama tidak akan hidup bersama"
Artinya : sebesar apapun perjuangan cinta seseorang, jika tidak digariskan sebagai takdirnya. Maka tidak mungkin bisa bersama

Kata eyang Ainun : " kita hidup dalam buku yang sama, namun halaman yang berbeda "
Artinya :meskipun mempunyai perasaan yang sama, namun jika tujuan yang berbeda sulit untuk hidup bersama / menyatu.

Nah kalian yang masih pacaran ingat belum tentu jodoh.
Kalo gak jodoh jangan kecewa harus kuat, dan tetap mengejar cita - cita seperti Ahmad yang berusaha mewujudkan cita - citanya.

Namanya juga jodoh sulit di tebak, namun tetap berprasangka baik ya guys, bahwa segala sesuatu sudah ada takaran dan garis hidup masing - masing.

Jadi penasaran siapa sebenarnya sosok Ahmad?yang sukses membuat baper dengan cintanya yang besar terhadap Ainun. Berharap ada film yang melanjutkan kisah ini, mungkin kisah tantang perjalanan / petualangan Ahmad.

Sebenarnya kisah Ainun dan Habibie itu dimulai dalam film part 1. Dimana keduanya sudah tumbuh menjdi sosok dewasa yang berjuang hidup bersama.

Kalo part 2 dan 3 menceritakan kisah cinta mereka yang masing - masing di jalani sama orang lain.

Jadi kalo gak nonton part 1 bakal bingung deh, seberapa besar cinta Habibie untuk Ainun. Tapi bagi anda yang udah nonton part 1, cerita ini pasti nyambung dan faham awal mula kisah cinta Habibie dan Ainun.

Karena kalo cuma nonton part 3, orang akan beranggapan bahwa Ahmadlah yang paling besar cintanya untuk Ainun.

Bagus filmnya mampu bikin baper, selain make up nya yang oke. Reza Rahardian berhasil menjelma menjadi sosok Habibie muda dengan efek muda dan peran menjadi Habibie sepuh dengan make up prosthetic nya.



Salut deh sama yang bikin film
Dulu kagum banget sama sosok Habibie, sekarang tambah lagi kagumnya sama sosok Ahmad heheh....

Yang belum nonton silahkan nonton biar gak penasaran

thumbnail

NASKAH DRAMA PERJUANGAN (FAJAR SIDDIQ) KARYA EMIL SANOSSA)

















LAKON
FAJAR SIDDIQ
KARYA EMIL SANOSSA













DRAMATIC PERSONAE


MARJOSO

SERSAN

AHMAD

H. JAMIL

ZULAECHA


































SEBUAH MARKAS GERILYA, TERLIHAT SEBUAH RUANGAN, SATU PINTU, SATU JENDELA SEL, MEJA TULIS DAN DUA KURSI DAN SATU BANGKU, PETI MESIU, HELM DAN RANSEL TERGANTUNG.

MALAM HARI, KEADAAN SEPI, TEGANG, JAUH-JAUH MASIH TERDENGAR LETUSAN TEMBAKAN DAN IRING MUSIK SAYUP-SAYUP INSTRUMENTAL GUGUR BUNGA, KEMUDIAN MUNCUL MARJOSO MEMBAWA SURAT, KEMUDIAN DUDUK MEMBACA. MUNCUL SEORANG SERSAN.

MARJOSO  
Jadi, sudah terbukti dia bersalah.

SERSAN  
Ya, Pak.

MARJOSO  
Tidak berdasarkan kira-kira saja?

SERSAN  
Bukti-bukti telah cukup mengatakan, dan mereka menuntut eksekusi dapat dijalankan sebelum fajar.

MARJOSO  
Menuntut? Kau kira siapa yang bertanggung jawab
di sini?

SERSAN  
Sudah terang! Tapi mereka khawatir, karena ..... karena si terhukum adalah ........

MARJOSO  (cepat)
Adalah kawanku? ...... Anak dari seorang  guru yang kau hormati? Begitu?

SERSAN   
 Maaf, Pak.

MARJOSO (mengeluh)
Mereka pikir, apa aku ini? Mereka pikir dalam hal ini aku masih sempat memikirkan dia,
anak dari seorang guru yang aku hormati. Kalau aku mintakan dia diperlukan dengan baik, itu
adalah haknya sebagai tawanan.

SERSAN   
Maaf, Pak. Kerap kali terjadi.

MARJOSO  
Yaaaaaahh! Kerap kali terjadi. Orang tidak bisa membedakan antara tugas dan perasaan. Bawa dia kemari.

SERSAN  
Siap, Pak!

SERSAN MASUK, MARJOSO MELANGKAH, KEMUDIAN DUDUK. TERDENGAR NYANYIAN DALAM PENJARA. MARJOSO MARAH)

MARJOSO  
Hai! Siapa yang meraung dini hari?

(NARATOR)  
Siapa lagi kalau bukan si Djaelani pemabuk itu!

MARJOSO  
Suruh dia diam.

(Kemudian sersan masuk menghadap marjoso, membawa seorang tawanan, sersan diperintahkan keluar dengan segera. Ahmad  menunggu dengan cemas. Marjoso (menyuruh duduk)

Ahmad, kau tak apa-apa, bukan?

AHMAD  
Mereka bilang, kalau bukan kerena kau, aku sudah di satai. Terimakasih atas kebaikanmu itu.

MARJOSO  
Terimakasih itu tak perlu.

AHMAD 
Baiklah, apa yang akan kau perbuat atas diriku, perbuatlah! Kini aku tawananmu.

MARJOSO  (kata-kata itu menyayat seakan-akan  memisahkan hubungan masa lalu)
Ya ............. kau tawananku.

AHMAD  
Tembaklah! Biar kau puas.

MARJOSO (merasakan itu sebagai sindiran yang tajam)
Itu perkara nanti. Tapi aku ingin mendengarkan dari mulutmu sendiri tentang semuanya ini dulu.

AHMAD  
Apa yang ingin kau dengar?

MARJOSO  
Dengan maksud apa kau kemari?

(Ahmad membisu)

Jawab Ahmad! Hanya itu yang ingin kutanyakan. Aku tidak ingin menanyakan tentang apa-apa yang telah kau perbuat. Aku tidak ingin menanyakan berapa jumlah prajuritku yang gugur terjebak tipu dayaku ....... Jawablah!

AHMAD (tersenyum dingin)
Tidakkah kau tahu, bahwa antara anak dan orang tuanya senantiasa terjalin ikatan yang tak terputuskan?

MARJOSO  
Jangan kau coba mengelak, Ahmad!

AHMAD  (menegaskan suaranya)
Aku ingin menjumpai ayah dan adikku Zulaecha.

MARJOSO  
Tahukah kau tempatnya?

AHMAD    
Tidak.

MARJOSO  
Dari mana kau tahu kalau ayah dan adikmu di sini?

AHMAD  
Dari orang-orang yang pernah datang kemari.

MARJOSO  
Hmmmmm. Sebelum tertangkap kau sudah lebih kurang tiga hari berkeliaran di daerah ini, bukan?

AHMAD  
Tidak! Tepat pada waktu aku sampai, aku terus ditangkap.

MARJOSO  
Jangan bohong, Ahmad!

AHMAD  
Aku tidak bohong.

MARJOSO    
Di mana kau ditangkap?

AHMAD  
Di tengah-tengah bulak.

MARJOSO  
Mengapa kau di sana?

AHMAD  
Aku sedang melepaskan lelah.

MARJOSO  
Melepaskan lelah di tengah-tengah bulak? Ha .... ha ... ha ...

AHMAD  
Aku tersasar. Aku belum pernah memasuki daerah ini.

MARJOSO  
Waktu itu sebuah pesawat capung melayang-layang di atas bulak itu pula, bukan?

AHMAD  
Ya! Tapi itu hanya secara kebetulan.

MARJOSO  
Engkau tidak takut ditembak dari atas, Ahmad?

AHMAD  
Aku takut juga.

MARJOSO  
Mengapa kau tidak berlindung?

AHMAD  
Aku berlindung. Aku rapatkan diriku rapat-rapat ke tanah.

MARJOSO  (mengambil sebuah cermin kecil di atas meja)
Ahmad, ini cerminmu bukan?

AHMAD  (gugup sejurus)
Ya.

MARJOSO  
Hm, pesolek, benar, kau sekarang ...Apa gunanya cermin ini?

AHMAD  
Cermin gunanya untuk mengaca.

MARJOSO  
Ada sisirmu, Ahmad? Kau bawa sisir?

AHMAD  
Hilang!

MARJOSO  (menatap Ahmad, tenang)
Ya, Ahmad. Mengapa engkau bohongi aku? Baiklah kau takut pesawat capung itu menembakmu, bukan?

AHMAD (tersadar, akan masuk perangkap)
Maksudku ... akan ... aku tidak begitu takut.

MARJOSO   Mengapa?

AHMAD  
Karena ....... karena .......

MARJOSO  
Karena apa?

AHMAD  
Karena itu hanya pesawat capung.

MARJOSO  
Tapi engkau tiarap juga, bukan?

AHMAD (tak segera menyahut)
.....................Ya.

MARJOSO  
Dan engkau keluarkan cerminmu pada waktu itu. Barangkali kau pikir itu adalah kesempatan yang baik bagimu untuk melihat mukamu kena debu atau tidak. Kemudian orang melihat pantulan cerminmu bermain ke kiri dan ke kanan

(Ahmad tetap membisu)

Mengapa begitu, Ahmad?

AHMAD  
Aku tidak tahu

PERASAANNYA CEMAS SEKALI

MARJOSO  (marah)
Dusta! Dusta kau!!!

AHMAD  (tersentak)
Engkau toh tahu aku akan berdusta.

MARJOSO (merendah kembali)
Mengapa engkau dustai aku, Ahmad?

AHMAD  
Karena aku senang untuk berbuat begitu.

MARJOSO (mula-mula perlahan kian lama kian berkobar)
Engkau binatang yang tak perlu di beri ampun. Bukankah engkau yang membakar pesantren
ayahmu?

AHMAD  
Tidak! Tidak ........ aku tidak membakarnya.

MARJOSO (mengatasi suara Ahmad)
Engkau tak membakarnya. Tapi engkau biang keladi yang menyebabkan pesantren itu terbakar. Pesantren yang mewarisi tradisi turun-temurun. Mulai dari buyutmu, kakek-kakekmu sampai ke ayahmu. Pesantren tempat ayahmu menempa pemuda-pemuda yang bertanggung jawab akan hari depan agama dan tanah airnya, bangsanya. Ahmad ..... engkau tidak menyesali semua itu?

(terdiam sebentar-sebentar menarik nafas).

 Oh, Ahmad, tidakkah engkau takut akan siksa Tuhanmu? Bagaimana kelak dosamu akana membakar dirimu?

AHMAD  
Itu tanggunganku. Resiko!

MARJOSO  (ke depan)
Oooooooo, jiwa yang tak lebih berharga dari pada jiwa seekor anjing. Berapa banyaknya air
mata yang harus dicucurkan para ibu untuk mengenang murid-murid ayahmu yang hangus
terbakar bersama pesantren yang dicintainya, Ahmad.

AHMAD (tegas)
Tapi, siapakah yang akan mencucurkan untuk rubuhnya ibuku? Siapa yang suka berkata
”Akan kutuntut kematian ini!” Siapa yang akan  membalas dendamnya?

MARJOSO  
Diam kau!

(Ahmad tertunduk).

Angkat mukamu,
pengkhianat! Pandanglah aku untuk kali yang  penghabisan. Karena malam ini juga rakyat menuntut darahmu.

AHMAD  
Aku tidak sudi memandang muka seorang pembunuh.

MARJOSO (tersentak sejurus)
Angkat mukamu, pengecut.

AHMAD (mengangkat mukanya perlahan-lahan)
Aku telah mengangkat mukaku, Marjoso. Aku telah mengangkat mukaku, seperti dulu, tatkala
kudengar serentetan tembakan. Dan kemudian rubuhlah ibuku .... mati. Aku telah mengangkat
mukaku. Marjoso.

MARJOSO (setelah berfikir)
Dengarkan aku, bicara! Pandanglah aku untuk penghabisan kalinya. Kenangkanlah kembali kawan-kawanmu. Kenangkanlah tatkala mereka dengan sepenuh tenaganya mengangkat tangan dan menyeruMERDEKA.....MERDEKA!    kemudian mereka tak kuasa lagi mengepalkan tinjunya. Mereka roboh berlumur darah. Kenangkanlah, betapa api telah memusnahkan mereka.

(UCAPAN INI MEMPENGARUHI AHMAD, SEHINGGA IA DUDUK TERMENUNG)

AHMAD  
Aku kenangkan itu. Aku menangkan ...... Mereka menang lalu mati. Dan aku ..... Ohhh, kemudian .... Letupan yang dasyat a ... aku terlempar. Aku lihat ayah .... Terbungkuk-bungkuk dan lari bersama Zulaecha. Aku menyeru mereka ... tapi tak terdengar. Aku hanya mendengar suaraku sendiri. Aku juga mendengar suara ayahku. Syahid, ya anakku” kemudian fajar yang memerah, yang kian terang. Aku lihat ..... Oh, siapa yang akan menuntut balas kematiannya? Siapa?

(menggigil, tangannya gemetar)

Marjoso! .....

MARJOSO (memanggil seorang prajurit)
Sersan!

(seorang prajurit menghadap)

Bawa tawanan itu ke dalam.

AHMAD (tergagap-gagap)
Marjoso. Engkaulah .... Engkaulah.....

AHMAD TAK DAPAT MELANJUTKAN PERKATAANNYA PRAJURIT ITU TELAH MEMBAWANYA. MARJOSO TERTEGUN, SUARA NYANYIAN TERDENGAR MAKIN KERAS, KEMUDIAN TERDENGAR KETUKAN PINTU

MARJOSO  
Masuk! .....

(H. Jamil masuk)

Pak Kyai ....

HAJI JAMIL  
Terlalu terhormat kalau dia di tembak. Seharusnya dia digantung.

MARJOSO  
Silakan bapak duduk. Saya ingin mendengarkan pertimbangan-pertimbangan bapak.

HAJI JAMIL  
Pertimbangan apa? Ragukah kau menggantung dia?

MARJOSO  
Bukan begitu, bapak. Ahmad sudah terang bersalah. Dan dia harus menerima hukumannya.
Namun, pada saat-saat terakhir, karena bapak adalah ayahnya, saya juga perlu mendatangkan
bapak kemari.

HAJI JAMIL  
Dia bukan anakku. Haji Jamil tidak mempunyai anak pengkhianat.

MARJOSO  
Harap diingat, Pak. Malam ini adalah malam terakhir bagi Ahmad. Tentulah bapak sependapat
dengan saya, bahwa saat-saat yang paling penting dalam kehidupan manusia adalah saat manusia
menghadapi mautnya. Saat-saat itu memerlukan  persiapan dan bimbingan. Pada saat-saat terakhir, saya ingin dia mati sebagai putra bapak, sebagai murid Pak Kyai. Saya ingin dia mati bukan sebagai anjing.

HAJI JAMIL  
Kutukan apa yang ditimpakan kepadaku ini? Oh anakku?

MARJOSO  
Pak Kyai!

HAJI JAMIL  
Aku telah besarkan anak itu. Aku turunkan ilmuku, karena dialah yang kuharapkan segala-galanya. Tetapi, mengapa dia tidak mengerti perjuangan bangsanya sendiri? Aku sungguh tidak mengerti. Balasan apa yang harus kuterima ini, Marjoso?

MARJOSO  
Pak Kyai tidak boleh menyesali diri hanya lantaran dia. Beratus-ratus murid bapak, bahkan beribu-ribu yang senantiasa menyebut-nyebut nama Kyai dengan hormat dan khidmat. Beribu murid yang akan mewarisi cita-cita bapak, dan meneruskan cita-cita itu. Marilah kita tidak bicarakan hal itu. Kini kita membicarakan seorang putra, yang walau  betapa sesat pun, dia masih seorang putra.

HAJI JAMIL (getir)
Bagaimana harus kujawab, kalau seandainya pada hari pengadilan tertinggi yang Maha Kuasa
bertanya padaku tentang tanggung jawabku. Mengapa anakmu menjadi musuh bangsaku, Haji
Jamil? Bagaimana kau mendidiknya?

MARJOSO  
Demi sesungguhnya ,Pak Kyai, bagaimana kita harus melawan suratan Tuhan? Adalah takdir
semata kalau Ahmad berbeda dengan ayahnya.

HAJI JAMIL (tersentak agak gusar)
Takdir semata? Apa yang kau ketahui tentang takdir, Marjoso? Tuhan memberikan kebaikan-kebaikan kepada kita, Tuhan memberikan kekuatan-kekuatan kepada kita. Tuhan memberikan kekuatan-kekuatan untuk melawan keburukan-keburukan pada kita. Tuhan  memberikan alat-alat yang kita perlukan untuk  memenuhi panggilannya sebagai makhluk  semulianya makhluk. Tuhan tidak menakdirkan  Ahmad sebagaia musuh bangsanya. Dia sendiri yang berbuat begitu. Dia sendiri yang menentukan harus mati sebagai dia. Tuhan memberinya akal, mengapa tidak dipergunakan akalnya untuk menginsyafinya, bahwa perbuatan yang sehina-hinanya di permukaan bumi ini adalah  mengkhianati bangsanya sendiri.

MARJOSO  
Terima kasih, Pak Kyai.

HAJI JAMIL  
Anak itu harus mempertanggungjawabkan seluruh dosanya.

MARJOSO  
Saya ingin mempertemukan dia dengan ayahnya. Mungkin ini adalah pertemuan kyai yang
penghabisan, dalam keadaan dia masih mungkin dibimbing ke jalan yang diridhoi Allah, walaupun  beberapa saat sebelum ia harus mati. Sukakah Pak Kyai memenuhi permintaan saya ini?

HAJI JAMIL (terdiam sejurus)
Dapatkah aku penuhi  permintaanmu itu, Marjoso?

MARJOSO  
Mengapa tidak, Pak Kyai?

HAJI JAMIL  
Dapatkah aku berhadapan dengan anjing yang harus kupangil anakku?

MARJOSO  
Pak Kyai ........... mengapa tidak?

HAJI JAMIL  
Tidak, ......tidak! .........Gantung saja dia! Tak perlu aku melihat mukanya lagi.

MARJOSO  
Benar-benar relakah Pak Kyai?

HAJI JAMIL  
Aa..., aku rela!

MARJOSO 
Namun, dialah putra yang pernah Pak Kyai harapkan, dialah putra yang pernah Pak Kyai
bisikkan dalam telinganya kalimat azan tatkala ia lahir. Masih ada beberapa saat lagi di mana bapak mungkin bisa mengharapkan sesuatu darinya, penyesalan umpamanya, atau taubat nasukha.

HAJI JAMIL    
Tidak! Tidak ada gunanya sedikitpun mengharap dalam nama Allah.

MARJOSO  
Tidak inginkah Pak Kyai agar Ahmad mati dengan menyebut nama Allah?

HAJI JAMIL  
Tidak!

MARJOSO  
Tidak, Pak Kyai?

HAJI JAMIL(setengah mengharap)
Oh, Marjoso ............. Aku telah berharap-harap dan harapanku dihancurkan, dimusnahkannya ..................

MARJOSO  
Pak Kyai, aku mohon sudi kiranya ......

HAJI JAMIL (cepat menyahut)
Tak perlu, Marjoso, tak perlu aku lihat mukanya lagi.

MARJOSO  (berfikir sejurus)
Baiklah Pak Kyai, saya sudah menawarkan kesempatan.

(memanggil    seorang  prajurit)

Sersan!

(seorang prajurit menghadap)

Sudah siap regu tembak?

SERSAN  
Siap, Pak!

HAJI JAMIL (bingung dan gugup)
Nanti dulu, dia akan  ditembak sekarang?

MARJOSO  
Saya menundanya hanya untuk memberikan kesempatan pada Pak Kyai.

HAJI JAMIL  (mengeluh)
Oh, Tuhan, mengapa kau timpakan bencana ini kepada hamba-Mu? Hamba-Mu yang
tak sekejappun melupakan engkau!

MARJOSO  
Pak Kyai!

HAJI JAMIL  
Mengapa justru di akhir hayatku Engkau panggil semua yang kucintai.

MARJOSO  
Tawakallah Kyai!

HAJI JAMIL (menenangkan dirinya)
Asstaghfirullah! ........... Ampunilah aku lantaran menyesali engkau

KEPADA MARJOSO

MARJOSO  (memerintah Sersan)
Sersan! Bawa Ahmad  menghadap!

SERSAN  
Siap, Pak!

BERANGKAT

MARJOSO  
Tenangkanlah jiwa Pak Kyai.

HAJI JAMIL 
Aku telah kehilangan segala-galanya.

MARJOSO  
Kecuali iman, Pak Kyai

HAJI JAMIL  
Yaaaach, kecuali iman.

KURIR (masuk)
Seorang anak wanita bernama Zulaecha minta menghadap, Letnan!

MARJOSO  (memandang Kyai seolah meminta pertimbangan)
Zulaecha Pak Kyai.

SEBELUM KURIR KELUAR, ZULAECHA SUDAH MEUNCUL DI PINTU

HAJI JAMIL  
Mengapa kau ikut kemari?

ZULAECHA  
Aku ingin melihat abangku.

HAJI JAMIL  
Mengapa kau pedulikan dia?

ZULAECHA  
Dia abangku, ayah, tidak bolehkah aku melihat abangku?  

MARJOSO  
Tentu saja engkau boleh menemuinya.

HAJI JAMIL  
Tidak!

ZULAECHA  
Mengapa aku tidak boleh menemuinya ayah?

HAJI JAMIL  
Anjing geladak itu segera mampus!

ZULAECHA  
Ayah! ..... Ayah mengatakan anakmu Bang Ahmad anjing geladak?

HAJI JAMIL  
Itu lebih baik daripada nama pengkhianat nusa dan bangsa.

ZULAECHA  
Tapi dia anakmu, ayah.

HAJI JAMIL  
Zulaecha. Engkau mencoba mempengaruhi peradilan ini dengan emnghbungkan darah?

MARJOSO  
Kholifah Umar membunuh anaknya sendiri yang  durhaka (menginsyafkan Zulaecha)

ZULAECHA  
Ayah, aku anakmu ........... Dia anakmu. Dia satu-satunya saudaraku. Satu-satunya .............!

HAJI JAMIL  
Cukup! Pulang kau! Aku rela dia dibunuh. Aku rela dia dilenyapkan. Karena dengan lenyapnya dia, lenyap pula satu di antara beratus-ratus penghalang untuk kemenangan republik.

MARJOSO  
Terima kasih, Pak Kyai, izinkan saya menemuinya dahulu.

KELUAR

ZULAECHA 
Ayah, kalaupun dia mati, kepada siapa aku berlindung? Kepada siapa aku harus
menumpangkan diri, kalau ............ kalau takdir Tuhan menghendaki Ayah kembali kepadanya.

HAJI JAMIL    
Zulaecha!

ZULAECHA  
Kepada siapa, Ayah?

HAJI JAMIL  
Kepada Yang Maha Pelindung, Allah SWT.

ZULAECHA  
Kalau pada suatu saat aku minta pertolongan, ayah?

HAJI JAMIL  
Kepada Yang Maha Kuasa!

ZULAECHA  
Hanya itu, Ayah?

HAJI JAMIL  
Kepada-Nya-lah aku serahkan engkau. Bukan saja nanti, tapi sekarang juga! Sekarangpun aku
senantiasa memohon perlindungan Tuhan bagimu.

ZULAECHA (terdiam sejurus)
Ayah, kalau seorang datang kepadamu menyatakan taubatnya dan memintakan
perlindunganmu ........ apa yang akan ayah perbuat?

HAJI JAMIL 
Aku doakan agar ia diterima taubatnya oleh Allah SWT. Aku tidak punya hak untuk melindungi orang yang telah banyak dosa.

ZULAECHA  
Ayah, nabipun tak pernah membunuh orang yang telah mencoba akan membunuhnya.

HAJI JAMIL  
Aku bukan nabi!

ZULAECHA   
Tapi kita wajib mengikuti sunnah nabi! Bukankah begitu, Ayah?

HAJI JAMIL  
Anakku, kau mengajari ayahmu, Nak? Tahukah engkau, siapa abangmu itu? Dosa apa yang telah
diperbuatnya?

ZULAECHA  
Aku tahu, Yah!

HAJI JAMIL  
Mengapa kau membelanya?

ZULAECHA  
Karena dia abangku. Tanpa dia aku akan sendirian.

HAJI JAMIL  
Kita hidup bersama amal kita, anakku. Kita hidup bersama budi kita. Beramallah, berbudiluhurlah, berbuatbaiklah. Dan engkau tidak akan kehabisan saudara. Kau akan merasakan bahwa sesungguhnya kemanusiaan adalah satu keluarga. Kemanusiaan  adalah satu darah, satu urat, satu cita-cita.

ZULAECHA  
Ayah, ............... Berilah Bang Ahmad kesempatan untuk menebus dosanya, dengan amal saleh.

HAJI JAMIL  
Kesempatan itu telah disia-siakan. Bukan aku yang harus memberi kesempatan seperti itu kepadanya. Tetapi, apakah perjuangan yang meminta korban harta dan jiwa ini, relaa memberi kesempatan bagi hidup seorang serti dia?

ZULAECHA (mengeluh)
Oh, ayah, setiap kita pernah bersalah, mengapa tak ada ampun bagi dia?

HAJI JAMIL  (cemas)
Tapi, tidak setiap kita telah membakar pesantrennya sendiri, Zulaecha!

ZULAECHA (memandang tajam ayahnya)
Tidak! Dia tidak membakarnya.......... oh, ayah, aku tahu apa yang diperbuatnya, (mendesak) dia tidak membakarnya .... aku tahu benar, dia tidak membakarnya .... aku tahu benar, mengertilah, Ayah!

HAJI JAMIL  
Tapi dia telah menunjukkan tempat persembunyian prajurit gerilya itu! Dia yang menjadi penyebab kehancuran ini.

ZULAECHA  
Mungkin dia tidak rela, sebuah pesantren dijadikan tempat persembunyian prajurit gerilya.

HAJI JAMIL  
Tidak rela? Pikiran apa itu? Tidakkah ia tahu bahwa di dalam pesantren itu aku mengajarkan
murid-muridku, dan apa yang kuajarkan kepada mereka? Aku ajarkan kecintaan kepada agama,
kecintaan kepada tanah air, dan kecintaan kepada bangsa. Tidakkah ia tahu, di dalam pesantren itulah aku menyiapkan pemuda-pemuda yang jiwanya ditempa kepercayaan tauhid, yang mewajibkan kita bertahan, bersatu, dan bila diserang wajib kita balas serangan itu, oleh karena Islam tidak rela dijajah siapapun.

ZULAECHA  (terdiam sejurus)
Ayah, masih ingatkah ayah tatkala ibu tewas, tubuh itu hancur oleh peluru.

HAJI JAMIL  
Itu bukan salah siapa-siapa. Kematian ibumu, salahnya ibumu sendiri.

ZULAECHA  
Tapi, siapakah yang menewaskan ibu, ayah? Siapakah yang menembaknya, ayah?

HAJI JAMIL  
Sudah kuperingatkan supaya ibumu jangan lari, tatkala kita terkepung musuh, sebab hal itu bisa
menunjukkan tempat persembunyian prajurit kita.

ZULAECHA   (mendesak terus)
Tapi, siapa yang menembak? Aku ingin jawaban ayah. Siapa yang menembak?

HAJI JAMIL  
Ibumu tidak dapat menguasai ketenangan jiwanya dan lari.

ZULAECHA  
Dan kemudian serentetan tembakan, dan ibu jatuh, rubuh tak bangun-bangun lagi. (nada keras) Peluru siapakah yang merubuhkannya? Peluru siapa?

HAJI JAMIL (tegang menahan perasaan)
Peluru Marjoso!

ZULAECHA  
Ya. Peluru dari murid yang paling ayah kasihi, lebih dari mengasihi anaknya sendiri.

HAJI JAMIL  
Tapi itu adalah hak Marjoso untuk berbuat begitu, apa artinya satu jiwa bagi beribu-ribu jiwa yang dalam tanggungannya.

ZULAECHA  
Namun dia adalah penyebab kematian ibu. Orang itu masih ayah lindungi juga, ayah beri tempat
persembunyian di pesantren. Dapatkah abang disalahkan, kalau sejak saat itu dia mendendam?
Karena dendam itulah dia menunjukkan tempat persembunyian Marjoso, tapi pesantren itu
terbakar semuanya. Belandalah yang membakarnya, bukan Ahmad. Dapatkah Bang  Ahmad disalahkan? Karena dendam sudah menutupi seluruh kesadarannya. Sadarlah, ayah!

HAJI JAMIL  (mengeluh)
Begitu banyak korban telah jatuh ......

ZULAECHA  
Tapi apakah ia sengaja memusuhi perjuangan, atau hanya memburu musuh pribadinya karena dia
butuhkan, dan dia butakan dendam, ia hanya akan melepaskan sebutir peluru pada dada pembunuh ibunya, tapi malang, Bang Ahmad tertangkap, dan kini dia harus mati sebelum tuntutannya terpenuhi. Salahkah dia kalau begitu mencintai ibunya?

(menyerang terus)

Ayah, mintalah kebebasan baginya. Marjoso adalah murid ayah. Pergunakan  pengaruh ayah untuk kebebasan anakmu Ahmad. Dia tidak bersalah, satu-satunya kesalahan dia adalah terlalu cinta kepada ibunya.

HAJI JAMIL (komat-kamit sendiri)
Dapatkah ..... Dapatkah aku berbuat begitu?

ZULAECHA  
Ayah harus berbuat begitu.

HAJI JAMIL  (marah)
Mengapa aku harus berbuat begitu, Zulaecha?

ZULAECHA  
Karena dia adalah anakmu.

HAJI JAMIL  
Hanya karena dia anakku?

ZULAECHA  
Karena dia kini menderita, Ayah!

HAJI JAMIL  
Bagaimana dengan korban-korban yang telah tewas lantaran dia? Bisakah mereka mengijinkan saya?

ZULAECHA  
Ini semata-mata korban, Ayah.

HAJI JAMIL  
Kita semua adalah korban. Korban dari keserakahan suatu bangsa yang ingin menjajah dan
mengisap. Justru itu kita berjuang, menghancurkan mereka, kita berjuang agar bumi kita yang
kaya-raya ini tidak menjadi tempat berlaganya  serigala-serigala lapar yang menamakan dirinya
manusia. Zulaecha, mengapa kau bicara tentang  korban?

(Zulaecha akan bicara tetapi Haji Jamil segera menggerakkan tangannya)

Jangan sela aku dulu!

ZULAECHA (mulai berbisik)
Namun Ayah, .............. Ayah…  

HAJI JAMIL  (mengangkat suaranya)
Jangan kau perlemah hatiku. Tidak! Aku serahkan anak laki-lakiku satu-satunya untuk revolusi, atau sebagai pahlawan, atau sebagai pengkhianat, namun........aku serahkan dia.

MARJOSO (masuk dengan tenang)
Yah, dia boleh mati sebagai pengkhianat atau panglawan, sebab revolusi hanya mengenal dua ini, pahlawan revolusi atau pengkhianat revolusi. Zulaecha! Engkau tidak boleh membawa persoalan kematian ibumu, dalam persoalan abangmu. Revolusi tidak mengenal arti korban perseorangan, revolusi tidak mengenal siapa bapak, ibu atau anak. Revolusi hanya mengenal pengkhianat revolusi atau pahlawan revolusi.

ZULAECHA (tak terkendalikan lagi, marahnya memuncak)
Kau pembunuh! Pembunuh! Engkau membunuh  ibuku! Dan kini kau akan membunuh abangku, dua orang yang paling kucintai. Tapi tunggu, Marjoso! Ibu masih mempunyai anak satu orang lagi.

HAJI JAMIL (mengatasi anaknya)
Zulaecha, engkau akan  menjadi pengkhianat seperti abangmu?

ZULAECHA (tersedu-sedu)
Aku tak rela, Ayah ........Aku tak rela.

HAJI JAMIL  (menenangkan) 
 ............. Diamlah, Anakku, ........ Diamlah.

MARJOSO (penuh perasaan)
Apalah artinya korban satu atau dua jiwa yang kita cintai untuk perjuangan suci ini?

HAJI JAMIL  
Marjoso, maafkan adikmu, Nak!

ZULAECHA (bangkit dari isakannya dan mengancam)
Tidak! Aku tidak perlu meminta ampun kepada pembunuh.

MARJOSO (memandang jauh ke depan)
Zulaecha, perlukah aku bangga-banggakan korban-korban untuk tanah air ini? Perlukah aku katakan bahwa tak lebih dari satu bulan yang lalu aku juga mengalami kesedihan yang dalam, kedua orang tuaku dua-duanya ditangkap Belanda, dan meninggal dalam penjara.

HAJI JAMIL
Marjoso! Benar, Nak?

MARJOSO (tak bergerak)
Zulaecha, kalau engkau menuntut kematian ibumu lantaran perbuatanku,
sesungguhnya telah aku penuhi permintaan itu. Aku berikan arwah ibuku untuk arwah ibumu,
karena abangmu jua yang menyebabkan kematian mereka, dia yang telah menyebabkan aku menjadi sebatang kara, tetapi perlukah aku katakan itu semua? Namun aku telah relakan  ................ kedua orang tuaku. Seperti aku telah relakan diriku untuk revolusi besar ini. Aku memohon, semoga darah mereka yang mengalir akan mempercepat datangnya fajar kemenangan yang diharap-harapkan tujug puluh juta bangsa.

HAJI JAMIL  
Jangan kau lemahkan hatimu, anakku, jangan kau lemahkan.

MARJOSO  
Kini Pak Kyai satu-satunya orang tuaku.

HAJI JAMIL  
Sejak dulu kau adalah anakku.

ZULAECHA MENAHAN ISAKNYA, MENGANGKAT KEPALA, BERDIRI AKAN BERBICARA TETAPI KATA-KATANYA TAK DAPAT KELUAR KEMUDIAN LARI MENINGGALKAN TEMPAT ITU. HAJI JAMIL TAK SEMPAT BICARA. MARJOSO MENARIK NAFAS

MARJOSO  
Kini tiba saatnya Pak Kyai, tibalah saatnya bertemu dengan Ahmad.

HAJI JAMIL (berat menjawab)
Baik, bawalah kemari.

MARJOSO  (bergerak ke mejanya dan diam sejenak, kemudian  memanggil seorang prajurit) Sersan! Bawa tawanan itu kemari.

SERSAN  (datang menghadap)
Siap, Pak!

MARJOSO 
Bawa tawanan itu kemari!

SERSAN  
Siap Pak!

KEMUDIAN PERGI

MARJOSO  
Kiranya Pak Kyai dapat memberinya nasihat terakhir semoga ia menginsyafi
kesalahan-kesalahannya.

SERSAN  MASUK MEMBAWA AHMAD MENGHADAP MARJOSO. AHMAD TERKEJUT MELIHAT AYAHNYA DI SITU, KEMUDIAN MEMBUANG MUKA

HAJI JAMIL  (menatap wajah anaknya)
Ketika pesantren itu dalam kobaran api, aku melihat jiwa merintih. Jiwa-jiwa yang igin menuntut balas, namun tak berdaya lagi. Pada saat itu aku memohon kepada Tuhan YME ...... ” Ya, Allah, bawalah dia yang telah membakar rumah ini tempat hamba-Mu mengagungkan nama-Mu, dan memenuhi panggilan-Mu, bawalah dia kepadaku agar aku bisa menyampaikan hasrat mereka yang tak kuasa lagi mengangkat tangan untuk menuntut keadilan, dan  kini Tuhan telah mengabulkan. Dia ... Dia adalah anakku sendiri, darah dagingku sendiri.

(sejurus ditatapnya anaknya)

Ahmad! Berlutut kau! Berlutut! Mintalah ampun kepada bumi tanah-airmu, tanah air yang telah kau khianati.

AHMAD (tak berperasaan)
Aku tidak mengkhianati tanah  airku.

HAJI JAMIL  
Tanganmu berlumur darah, dan darah itu adalah darah kawan-kawanmu sendiri, Ahmad.

AHMAD  
Aku tidak pernah membunh seorangpun.

MARJOSO  
Ya, memang kau tak pernah membunuh seorangpun dengan tanganmu. Tapi khianatmu!
Jiwa budakmu! .... Jiwa budakmu!

AHMAD  
Kenapa aku tidak boleh membunuh musuhku? Kenapa aku tidak boleh membunuh, membalas
dendam kematian ibuku? Apakah harganya aku sebagai anak laki-laki, kalau pembunuh ibuku
dibiarkan saja tanpa suatu pembalasan?

MARJOSO (bangkit memukul meja)
Kau tak berhak memakai alasan itu untuk mempersuci dirimu!

AHMAD (meludah benci)
Di mataku engkau tak berharga sedikitpun, Marjoso.

HAJI JAMIL  
Ahmad!

AHMAD  
Ayah akan membela dia?

HAJI JAMIL  
Ya. Ayah akan membela dia, lantaran dia benar.

MARJOSO  
Engkau selalau membawa soal ibumu, baik, Ahmad! Siapa yang telah menunjukkan tempat
persembunyian kedua orang tuaku? Siapa yang telah menyuruh mereka untuk menjebakku? Jawab! Siapa?

AHMAD (tegas)
Aku!

HAJI JAMIL  
Oh, Ahmad, di mana lagi hatimu?

MARJOSO  
Tapi kau tak berhasil menjebak aku, namun kedua orang tuaku ditangkap dan mereka tak ada lagi kini. Mereka mangkat akibat siksaan-siksaan yang keji.

AHMAD (gemetar)
Tidak! ............... Tidak! ..............

MARJOSO  
Mengapa tidak? Mereka adalah korbanmu. Sekarang apa maumu? Kau memburu aku? Korban
berjatuhan karena dendammu, kini kau berhadapan dengan aku (mengambil pistol dari meja) Ini ada sepucuk pistol untuk kau pakai menghabisi musuhmu. Terimalah! (melempar pistol itu ke
hadapan Ahmad, dan Ahmad menerimanya, kemudian Marjoso mencabut pistolnya sendiri)
Marilah kita habisi dendam di antara kia.

AHMAD DIAM TERPAKU, PISTOL DI TANGAN BELUM  DIAPA-APAKAN, MARJOSO BERGERAK MENJAUH. HAJI JAMIL TERPAKU TAPI TAK SEGERA MENENGAHI KEDUANYA

HAJI JAMIL  
Jangan! Jangan kalian saling membunuh. Kalian  bersaudara, kalian adalah anakku.

MARJOSO  
Kalau aku harus mati lantaran pelurunya, Pak Kyai, aku harus ikhlas mati untuk meyakinkan dia dan orang-orang seperti dia, bahwa dalam perjuangan ini tidak harus diperhitungkan untung rugi
perseorangan. Aku ikhlas mati untuk meyakinkan semua orang, bahwa sebab yang akan
menggagalkan revolusi ini ialah, manakala orang masih tidak meleburkan dirinya sendiri ke dalam leburan yang tidak lagi mengenal siapa ayah, siapa ibu, dan siapa itu saudara.

HAJI JAMIL  
Marjoso, anakku, kau tidak boleh mengorbankan diri untuk manusia yang begini rendahnya.

MARJOSO  
Korban telah cukup banyak, Kyai. Seorang demi seorang kawan-kawan gugur lantaran soal dendam-mendendam ini. Aku merasa ikut bersalah juga Kyai

(keterangan ini meliputi ketiga orang itu. Ahmad tampak tak dapat menguasai dirinya, Marjoso mengangkat pistolnya, Haji Jamil memalingkan muka, sedih, dan putus asa dalam kecemasan)

Angkat pistolmu agar kau mati dengan tidak membawa dendam ke dlam kubur. Aku akan
menghitung sampai tiga kali, maka tembaklah aku dan aku akan menembakmu.

AHMAD TIDAK  MENJAWAB, IA MENGANGKAT PISTOLNYA TAPI JELAS TANGANNYA MULAI GEMETAR. MARJOSO MENATAPINYA DENGAN TENANG. JARAK MEREKA KIRA-KIRA EMPAT LANGKAH DIPISAHKAN OLEH MEJA, HAJI JAMIL BERDIRI DI TENGAH-TENGAHNYA

HAJI JAMIL  
Nah, mulailah nembak kalian berdua. Mulailah  menembak Ahmad, mulailah menembak Marjoso!

(kedua-duanya tak beegerak, mulai menurunkan  pistolnya. Marjoso terpaku diam, keringat mengalir di dahinya)

Kalian orang-orang yang  dikuasai dendam dan nafsu.

AHMAD (sekonyong-konyong berseru dan berlutut, menjatuhkan badannya di meja dan menangis. Air mata mulai mengumpul, Haji Jamil menghampiri dan kemudian kedua orang itu, ayah dan anak saling berpelukan dengan mesranya)
Ayah! .....

HAJI JAMIL  
Ahmad ............... oh, Ahmad ......... kau anakku! Kau anakku!

AHMAD (tak bisa menguasai dirinya)
Ayah, mengapa aku harus begini?

HAJI JAMIL  (menggeletar)
Aku serahkan engkau kepada Tuhan. Semoga Tuhan mengampuni engkau, aku ampuni
dosamu kepadaku, tetapi dosamu terhadap orang  lain pertanggungjawabkan sendiri terhadap
Tuhanmu. Engkau anakku. Matilah engkau sebagai anakku! Sebagai seorang muslim yang mengerti arti  taubat, janganlah engkau menangis karena sedih  akan berpisah dengan aku, tetapi menangislah karena telah terlalu banyak berbuat dosa!

AHMAD  (dengan penuh keraguan dan penyesalan yang  dalam)
Ayah, ....... di manakah adikku Zulaecha?

HAJI JAMIL  
Dia dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.

AHMAD  
Ayah, sampaikan salamku padanya ... agar  ia tetap menjadi patriot bangsa dan pembela tanah air
mengikuti jejak ayahnya.

MARJOSO  
Ahmad, saatmu sudah tiba!

AHMAD TERSENTAK SEKETIKA TERTEGUN MEMANDANG AYAHNYA DAN MARJOSO. DENGAN BERAT LALU MELANGKAHKAN KAKI MENUJU KELUAR DIIKUTI OLEH MARJOSO DAN  SERSAN

HAJI JAMIL (mengikuti dengan pandangan penuh arti,  kemudian beberapa saat terdengar tembakan tiga kali, pertanda tamatnya riwayat Ahmad, kemudian Haji Jamil melangkah ke tengah panggung dengan pandangan yang dalam dan jauh sekali)
.......... Tuhanku, inilah pertanda datangnya fajar kemenangan. Kemerdekaan bangsa
dan negaraku.


SELESAI


.comment-content a {display: none;}