Home » » MENURUNYA KEMAMPUAN INTELEKTUAL, EMOSIONAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK DI MASA PANDEMI COVID-19

MENURUNYA KEMAMPUAN INTELEKTUAL, EMOSIONAL DAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK DI MASA PANDEMI COVID-19


Peraturan Sistem Pendidikan pada masa sekarang dari hari ke hari berubah-rubah, tidak konsisten dan membingungkan. Dengan adanya covid-19 sistem pendidikan seolah tidak berjalan dengan lancar. Meski Pemerintah sudah berusaha keras, dengan memberikan pelatihan dan bimbingan belajar bagi guru-guru melalui SIMPKB agar guru- memiliki kualitas yang baik, dan mampu mendidik peserta didik sesuai yang diharapkan.

Guru berinovasi dan bertransformasi memiliki kemampuan teknologi. Sehingga memiliki bekal yang mumpuni dalam proses pembelajaran daring. Di lapangan kita dihadapkan dengan orang tua yang beraneka ragam, pembelajaran melalui zoom mereka bilang boros kuota , sinyal jelek dan beraneka ragam alasan. Membuat video pembelajaran lalu di share di youtube dan dikirim melalui WAG, video tidak terbuka karena alasan sinyal tidak stabil. Kita siasati dengan google classroom, sebagian anak tidak bisa membuka link tersebut. Kemudian giliran pembelajaran digunakan di WA, orang tua komplen pembelajaran tidak berkualitas. Guru makan gaji buta, sebagian mereka ucapkan.

Dilema, berinovasi dan bekreasi dikritik, menshare modul dan ppt juga dikritik. Inilah dilema hidup di pegunungan, tidak semudah kehidupan di kota. Yang sinyal bagus, orang tua mengerti kebutuhan anak mengenai gadget dan kuota, mau menerima perubahan sehingga pembelajaran berjalan dengan baik 

Di sini, di tempat ini. Saat orang tua mengeluh gadget dan sekolah menyediakan gadget (tab ) bagi peserta didik yang tidak memiliki gadget ( hp ) mereka menolak dengan alasan boros kuota. Saat pemerintah menggontorkan kuota gratis, kebanyak dari mereka menjadi budak game.

Subhanallah, rasanya ngeri sekali jaman ini. Beberapa hari yang lalu, ada orang tua siswa yang mengeluh akan perubahan sikap anaknya yang kurang baik. Menjadi anak pembangkang, tidak nurut, sulit mengaji dan ibadah. Hampir setiap hari maen game dan nongkrong di tempat wifi berbayar.

Miris demi game mereka bela-belain untuk berangkat dan nongkrong. Giliran ikut pembelajaran alasannya banyak.

Menurunya motivasi belajar anak dan kemunduran akhlak saat ini menjadi dilema yang luar biasa.

Tidak hanya itu, kemampuan menulis terutama berhitung mengalami kemunduran yang pesat. Bagaimana pun canggihnya teknologi tidak bisa menggantikan manusia, guru yang nyata di depan kelas biasanya punya sesuatu yang bisa disampaikan kepada peserta didik secara langsung, sehingga peserta didik terkontrol sikapnya.

Sekolah tatap muka di pegunungan menjadi alternatif utama untuk memperbaiki sistem pendidikan dan mengontrol sikap anak. Namun sayangnya pada masa pandemi ini, tatap muka saja di larang.

Disini di tempat ini, tidak semua orang tua peserta didik memahami dengan peraturan ini, sebagian dari mereka adalah menganggap bahwa guru-guru malas enggan mengajar anaknya secara langsung 

Coba, bayangkan apa yang harus kami lakukan?

Ingin tatap maya melalui zoom saja, sebagian orang tua siswa mengeluh, ingin menggunakan google classroom saja sebagian mengeluh, menggunalan WAG masih mengeluh juga.

Virus Corona, mungkin dia akan berdampingan hidup bersama kita. Rasanya sulit untuk memberantas dengan sekejap, mengingat ini virus sudah menyebar di seluruh penjuru dunia. Satu-satunya jalan adalah apapun yang terjadi kita harus berdamai dan hidup berdampingan dengan virus corona. Upaya yang dilakukan pemerintah sudah mati-matian dengan mengadakan vaksin agar kekebalan tubuh kita meningkat. Ya, sudahlah kita terapkan kebiasaan baru, toh hanya itu cara satu-satunya. Melakukan kebiasaan baru dan hidup berdampingan dengam virus tersebut, dan semua proses kegiatan apapun terus berjalan dan roda pendidikan, ekonomi dan lainnya terus berputar.

Ini gunung bukan kota, pemikiran setiap orang tua siswa berbeda-beda. Tahukan kerasnya orang gunung bagaimana?

Aku saja sedih liat kemunduran intelekktual, sosial emosional dan spritual peserta didik mengelami kemunduran. Minim akhlak, minim pengetahuan minim ini dan itu. Lalu kami harus bagaimana?

Miris tempat pariwisata di buka, mall penuh dimana-mana, kerumunan juga banyak. Lah giliran sekolah, hanya tatap muka terbatas saja sulitnya minta ampun.

Apa jangan-jangan, ini salah satu cara pembodohan masal. Atau qt yang belum siap menuju era baru berbasis teknologi???

Heuaiiiii, asli rungkad.

Rungkad sity bukan hoax, sudah rungkad perasaan ini gak karuan dengan pendidikan jaman sekarang.


/>

0 komentar:

.comment-content a {display: none;}