Perjalanan hidup selalu
di pertemukan dengan hal yang baru. Entah itu mengesankan ataupun
menjengkelkan. Tapi di setiap kejadian selalu ada pelajaran yang berharga yang
bisa di petik hikmahnya. Hidup selalu mempertemukan kita dengan kejadian dan
orang – orang yang tak terduga. Ini kisah dan pengalamanku yang menurutku
sangat menarik, dimana aku pun belajar dari mereka untuk memperbaiki diri aku,
untuk berjalan dan terus melangkah. Jadi manusia hebat seperti mereka yang
mampu berdiri meski dalam keadaan pedih sekalipun.
Memang benar…setiap
orang bekerja pasti ingin mempunyai penghasilan yang besar, bisa memenuhi
kebutuhan syukur-syukur bisa membeli apa yang kita inginkan dan bisa berbagi.
Ini kisahku, jujur aku adalah orang yang paling matre dalam hal pekerjaan,
karena jujur saja pekerjaan adalah hal yang paling bergengsi dan berkelas.
Modal masa depan dan untuk memenuhi kebutuhan pokok.
Awal tahun 2015 aku
mulai terjun ke dunia pendidikan, tentu awalnya aku karyawan swasta di sebuah
perusahaan ternama. Akhir tahun 2014 aku dan rekan-rekan ku kena PHK, maka awal
tahun aku mencari kerja. Kebetulan awal tahun 2015 ada yang menawarkanku sebuah
pekerjaan, sebagai tenaga pengajar di sebuah Sekolah Swasta. Sekolahnya kecil,
jauh dari pusat perkotaan, jalannya amat jauh, sepanjang perjalanan aku hanya
melihat pepohonan yang menjulang tinggi di tambah kondisi jalan saat itu
berlubang dan rusak parah. Awalnya merasa tak sanggup namun hati berkata “ ayo coba, kita berasal dari dunia
pendidikan basic kita seorang pengajar”. Maka aku putuskan untuk mengajar,
awalnya aku kaku karena lama aku tak bicara di depan banyak orang, tapi lama
kelamaan aku bisa mengatasi rasa gugupku. Hal yang paling mengagetkan adalah
honor perbulannya, aku sampai melongo karena kaget…aku mendapatkan tak lebih
dari Rp. 150.000,- nilai yang fantasis kaget luar biasa. Awalnya aku
bingung…bagaimana bisa aku mencukupi kebutuhan hidupku jika dalam sebulan hanya
berpenghasilan Rp. 150.000.
Aku teringat pesan dari
Guruku saat duduk di bangku SMA ‘
anak-anak jangan pernah kalian berharap menjadi guru, jadilah kalian pengusaha
yang hebat. Jika kalian menjadi guru maka penghasilan kalian akan nihil, namun
jika kalian tetap ingin menjadi guru. Maka jadikanlah profesi itu sebagai
sampingan jangan jadikan pekerjaan pokok”. Pak Maman adalah seorang Guru
Sejarah, dia seorang PNS dan pengusaha yang sukses. Mungkin beliau berkata
demikian karena beliau pernah tahu rasanya jadi tenaga kerja honorer.
Kepalaku sampai pusing
sekali, di tambah aku punya beban setoran motor perbulannya. Maka aku nekat
jualan makanan ringan di media social, aku memasaknya sendiri dan aku
mengantarkannya tanpa tambahan ongkos kirim minimal pembelian dua bungkus.
Saat itu aku mengajar
hanya 4 hari dalam satu minggu, maka 3 hari aku gunakan untuk mencari uang
tambahan. Hari pertama aku promosi, hari ke dua aku memasak dan di hari ketiga
aku DO kebeberapa tempat. Pernah dalam satu hari aku mendapatkan hampir Rp.
500.000
Dari jam 8 pagi aku
berangkat dan pulang hingga magrib. Di sana aku merasa bersyukur karena bisa
membayar setoran motor. Dalam sebulan aku hanya dagang 4 x. karena d hari lain
aku tak bisa megantarkan barang kecuali hari libur.
Berdagang memang
menyenangkan , setidaknya aku punya penghasilan lain. Meski kadang-kadang ada
saja hari dimana kita lagi sepi.
Pergi ke Sekolah,
ternyata dapat menghilangkan stress melihat mereka yang ceria dan penuh
semangat memang serasa hilang beban yang ada di pundak. Awalnya aku merasa
kaget dengan honor yang aku terima, tapi hati ini lama kelamaan berasa ikhlas
dan nyaman dengan apa yang aku jalani sekarang.
Desa itu, sekolah itu
dan anak-anak itu seperti tak pernah tersentuh oleh jaman, melihat keadaan itu
seperti melihat kehidupan tempo dulu. Pemukiman warga rata-rata bukanlah rumah
yang biasa kita lihat di kota. Namun pemukimannya berupa rumah panggung, jalan
yang di lapisi tanah merah yang licin, di sekitarnya terhampar sawah dan
pegunungan sungguh suasana yang masih alami dan asri. Melihat anak-anak pun
demikian, mereka masih kurang pergaulan, dari tata bicara dan hal lainnya
mereka terlihat kurang dalam hal itu.
Anak – anak itu, adalah
anak-anak yang hebat dan tegar. Pantang menyerah, lokasi sekolah dari rumah
mereka bukanlah jarak yang dekat. Memang sebagian rumah mereka ada yang dekat
dengan sekolah, namun dari sebagian yang lain kebanyakan jauh dari sekolah.
Waktu yang mereka tempuh sekitar 1 jam, ada juga yang mencapai waktu hanya 30
menit. Dan luar biasanaya mereka datang ke sekolah tidak menggunakan kendaraan
tapi mereka tempuh dengan jalan kaki. Aku pernah melintasi pemukiman itu
jalannya seperti ninja hatori, melewati gunung, sawah dan sungai. Malah ada
salah satu anak yang rumahnya di atas gunung. Kondisi tanah merah jika musim
penghujan amatlah licin, aku merasa tak sanggup saat berjalan kaki dengan
anak-anak melintasi pemukiman untuk menandai lokasi dalam kegiatan masa
orientasi sekolah. Rasanya terengah-engah nafasku hingga ada satu anak berkata “ ibu padahal baru tanjakan segini , masih
kuat gak bu?” jujur bagiku ini jalan yang amat sulit aku capai apalagi
balik lagi ke sekolah. Mereka mungkin karena terbiasa berjalan jauh seperti
ninja hatori.
Sungguh luar biasa
semangat mereka, perjalanan jauh tak menjadi halangan mereka untuk datang ke
sekolah. Bagi mereka sekolah adalah sebuah cahaya dan pengharapan untuk merubah
nasib mereka. Mereka terlihat ceria dan semangat dalam belajar.
Bagiku ini adalah salah
satu kepuasaan yang tidak aku dapatkan saat bekerja, belajar dengan mereka,
berbagi cerita dengan mereka adalah hal yang unik dan menarik.
Dalam satu kesempatan
aku berusaha memotivasi mereka agar mendapatkan nilai ulangan yang tinggi,
karena kaget bukan maen saat ulangan harian di lakukan mereka hanya mendapatkan
nilai do re mi, itu bukan hanya aku yang kaget banyak gurupun merasa kaget
dengan hasil yang mereka capai. Aku selalu menjanjikan sebuah hadiah, jika
nilai terbesar akan mendapatkan hadiah. Hadian bisa berupa bolpoint, buku,
penggaris atau makanan yang baru mereka lihat. Alhamdulillah nilai ulangan tak
terlalu parah meski yang mencapai nilai tinggi adalah orang yang sama.
Setidaknya aku tidak
merasa kaget dengan nilan do re mi. ya, … aku tidak mengajar di sekolah
ternama, bukan mengajar di lingkungan anak-anak yang orang tuanya mapan. Tapi
aku mengajar di tempat yang jauh, seolah tak tersentuh oleh jaman, di
lingkungan keluarga yang rata-rata ekonomi mereka tidak terpenuhi, di tempat
itu jarang sekali anak yang meneruskan sekolah ke jenjang SMP. Seperti jaman
dahulu kala, jaman nenek aku..beberapa bulan setelah lulus SD mereka menikah. Itupuh
hal yang terjadi di tempat itu, baru lulus beberapa bulan mereka langsung
menikah.
Merekalah yang
mempunyai semangat yang tinggi meneruskan sekolah dan memiliki harapan ingin
melihat dunia dan membangun desa mereka.
Jumlah siswa kelas VII
sebanyak 8 orang, kelas VIII 13 orang dan kelas IX sebanyak 18 orang. Tiap
tahun jumlahnya menurun. Sulit sekali mengajak mereka untuk sekolah, padahal
pihak sekolah tidak memungut biaya sepeserpun. Baju seragam dan batik sekolah
di berikan secara Cuma-Cuma. Tapi meski demikian mereka adalah pejuang masa
depan. Terlihat dari perjuangan mereka yang pantang meyerah untuk mencapai
lokasi.
Ya tawa mereka, senyum
mereka dan semangat mereka jauh dari apa yang aku pikirkan. Aku pikir di balik
senyum dan kecerian mereka tak ada beban yang mereka pikul, tak ada luka yang
mereka bawa. Tapi ternyata aku salah, perjalanan hidup mereka teramat berat.
Bahkan aku pun sampai menangis dan tak bia tidur dalam waktu seminggu, terpikir
masa depan mereka dan kesedihan mereka.
Saat itu, materi
pelajaranku telah habis. memberikan kisi-kisi kepada anak-anak untuk ujian
hanyalah beberapa menit saja. Aku saat itu hanya ingin tahu kehidupan mereka,
ya aku bukan Guru B. Indonesia yang mengajarkan mereka menulis puisi ataupun
cerita pendek, dari kelas VII sampai kelas IX aku memberikan tugas yang sama.
saat itu aku menyuruh
mereka menuliskan kisah kehidupan mereka, pengalaman yang paling mereka ingat
dan kondisi orang tua mereka di rumah. Saat itu ada beberapa anak yang menangis
terisak-isak, kaget bukan main. Aku mendekatinya dan mengusap pundaknya. Ada beberapa
anak yang termenung.
Dan akhirnya mereka
mengumpulkan tulisan mereka. Ada beberapa anak yang menurutku sulit sekali
untuk mereka jalani, dan ini bukan sedikit tapi dari sekian siswa hampir semua
mengalami kehidupna yang sama.
Anak bertubuh tinggi
dan duduk paling depan kelas IX:
Dia menuliskan kisahnya
“hidupku memberikan luka yang berdampak
pada 1000 duka, saat ibuku menikah lagi dengan pria lain. Dia tak peduli lagi
denganku”
Anak lain kelas IX
menulis
“dari
aku kecil hingga dewasa, aku belum pernah melihat wajah ayahku, dia
meninggalkan aku dan ibuku. Ayahku paling jahat di dunia”
Dua anak kelas IX
menulis kisah yang sama, karena mereka bekerja di tempat yang sama:
“
aku sekolah pukul 7 pagi, dan pulang sekolah langsung bekerja. Pulang kerja
sekitar pukul 10 malam, kadang langsung tidur kadang belajar”
Anak yang lain kelas IX
menuliskan kisahnya:
“
aku tinggal bersama nenek dan kakekku, mereka crewet sekali aku kesal setiap
hari di marahin, ada di rumah di marahin apalagi kalo maen di marahin. Aku
bingung apa yang harus aku lakukan”
Anak yang lain kelas IX
menulis:
“aku
sedih melihat ibu bekerja, sementara ayah hanya diam saja. Aku sedih jika
pulang sekolah merasa lapar dan di rumah tidak ada nasi dan lauk”
Anak kelas IX menulis;
‘
hal yang tak aku lupakan adalah saat ibu hamil tua dan ayah pergi berdagang,
dia tidak pulang-pulang ternyata dia sering berjudi”
Anak kelas IX menulis
kondisi rumah yang tidak sehat
“setiap
pagi ibu marah-marah bertengkar sama ayah, aku paling kesal kalo melihat ibu
lagi marahin adik. Aku pusing sekali melihat itu”
Dari beberapa kejadian
kelas IX kebanyakan memiliki kisah yang sama, ayah yang pergi entah kemana.
Kisah kelas VIII tak
ada bedanya dengan kisah kelas IX;
Salah satu anak sambil
menangis dan bergetar tubuhnya menuliskan:
“
aku rindu ayah, ayah kamu pergi kemana? Aku kangen sekali ingin mencium dan
memelukmu, aku hidup sebatang kara setelah ayah dan ibu cerai, ayah pergi tak
kembali dan ibu menikah lagi. Hidupku telah hancur”
kertas yang ia tulis basah dengan air mata yang ia teteskan.
Masih kelas VIII,
seorang anak perempuan bertumbuh tinggi dan putih menuliskan kisahnya dengan
mata kemerah-merahan:
“
saat itu, aku dan adik di bawa ayah pergi untuk beli tas dan mobil-mobilan
ternyata aku di bawa kerumah selingkuhan ayah, ibu dan ayah bertengkar saat
pulang karena melihat ayah ada tanda merah di lehernya. Saat di rumah
selingkuhan ayah, aku melihat ayah dan selingkuhannya saling bermesraan”
Anak kelas VIII
menuliskan kisah yang lain , dia bertumbuh kecil dengan punggung agak bungkuk:
“
aku sedih sekali saat aku di pukul oleh ayah, hal yang paling menyenangkan
dalam hidupku adalah jika aku makan sama daging ayam”
Sebenarnya masih banyak
kisah mereka yang membuatku merasa terhentak, sakit sekali membaca tulisan
mereka dan sedih bukan main. Hampir 80% siswa adalah korban dari keluarga yang berantakan.
Rata-rata orang tua mereka bercerai dan menikah lagi, kebanyakan ayah mereka
tak pernah mengunjungi mereka. Bahkan ada salah satu anak kelas IX yang keluar
sekolah karena sudah tak punya semangat hidup lagi. Ayahnya kerja di luar kota,
ibu nya menikah lagi dan hanya mengurus adiknya. Sedangkan dia di rawat oleh
neneknya dari pihak ayahnya. Karena kondisi itu akhirnya sang ayah membawa anak
itu keluar kota. Konon anak itu kerja
bersama ayahnya di luar kota.
Banyak hal yang menjadi
beban mereka, begitu banyak beban yang mereka pikul. Kehidupan yang berat dan
menyedihkan, tapi hebatnya mereka …mereka masih semangat berjuang dan sekolah.
Bagi mereka sekolah adalah rumah kedua dapat menghilangkan stress saat bertemu dan
becanda bersama teman. Sekolah adalah harapan, sekolah adalah cahaya.
Banyak rekan kami yang
satu sama lain peduli dengan anak-anak menawarkan sekolah gratis setelah mereka
lulus SMP. Bahkan teman-teman ku yang lain memberikan hadiah untuk mereka, baju
bekas yang masih bagus dan layak pakai menjadi kado bagi mereka. Kondisi mereka
untuk membeli baju bagus adalah hal yang amat sulit, maka dari itu aku sering
sekali bercerita tentang mereka kepada teman-temanku sehingga kami berusaha
membantu mereka dan membahagiakan mereka.
Dalam satu kesempatan
aku dan Bu Rizky mengadakan nonton bersama, film yang di putar tentulah cerita
tentang penyangat hidup, dan penyegeran buat pikiran mereka, di akhir acara
kami berdua mengadakan kuis dan hadiah. Hal yang menyenangkan memang bisa
berbagi dan mengukir senyum di bibir mereka.
Mereka adalah generasi
bangsa, mereka manusia yang tegar dan hebat. Dalam kondisi lingkungan yang
tidak sehat dan membuat mereka tertekan toh mereka mampu berdiri dan semangat
dalam meraih mimpi mereka.
Percerain orang tua
mereka itulah yang menjadi hal yang mereka ingat, memang menikah di usia muda
kurangnya pemahaman dan kurang dewasanya pikiran orang tua mereka menjadi
dampak angka perceraian di lingkungan itu mencapai nilai yang tinggi.
Semoga setelah
pengetahuan datang, dan terjamah oleh kehidupan dan pendidikan wawasnan mereka
bertambah, dan pengetahuan mereka menjadi bekal dalam hidup mereka untuk keluar
dari situasi sulit yang mereka alami.
Semoga Allah SWT selalu
memberikan kemudahan agar kelak kalian menjadi anak-anak yang sukses dan penuh
dengan semangat. Semoga semangat kalian tak pernah padam semoga mimpi kalian
menjadi nyata. Anak-anakku kelak kalian adalah pemimpin untuk bangsa ini,
semangat kalian adalah modal kalian untuk sukses.
Hidup selalu memiliki arti ketika kita berbagi dan mencoba
membahagiakan sesama
Kegiatan Kemah Tahun 2015
Nonton Bareng dan Mengadakan Permainan dan Pembagian Hadiah bersama Ibu Rizki Pebriani
Kegiatan Belajar Siswa
Latihan Pramuka Persiapan untuk Mengikuti Lomba Pramuka
Hiburan Bersama Anaka-Anak Usai Pelajaran Sekolah
Berbagi dengan Anak-Anak "terimakasih pada semua pihak yang telah membantu"
Kebersamaan Ibu Rizki dengan Anak-Anak
mereka adalah masa depan bangsa, semoga harapan dan cita-cita mereka tidak pernah mati.
0 komentar:
Post a Comment