Seorang
ayah patutnya manjadi contoh dan kebanggan bagi anak-anaknya. Menjadi teladan
yang baik dalam hidupnya. Namun tahukah anda? masih banyak tangis di luar sana
yang memang masih terjadi karena ulah seorang ayah. Setiap anak yang kurang
beruntung memimpikan hidup harmonis berdampingan dengan kedua orang tuanya
adalah impian yang sangat besar. Memimpikan sosok ayah yang penyayang, sosok
yang bisa d banggakan dan sosok yang bisa membuat hati seorang anak bahagia. Namun
kadang impian itu menghilang dan sirna dengan sendirinya di karenakan beberapa
hal yang tidak mungkin terwujud. Kali ini saya akan membagikan kisah yang
memang menyayat perasaan dan mengundang air mata.
Saat
itu aku sama sekali tidak tahu sosok periang seorang Bu Nuraeni ternyata
menyimpan luka di masa kecil yang sangat amat dalam. Dia terlahir dari keluarga
sederhana, saat masih bayi Ibunya meninggal tepat setelah melahirkan Bu
Nuraeni, saat itu semua kehidupan terasa redup. Sang ayah hampir stress dan
kehilangan semangat untuk hidup. Di hari ke 40 kepergian Ibunda Bu Nuraeni,
ayahnya di nikahkan dengan janda berharap ayah Bu Nuraeni memiliki harapan
kembali untuk hidup. Pernikahan itupun terjadi, dan usia Bu Nuraeni sungguh
masih kecil, akhirnya Bu Nuraeni di asuh oleh saudara dari pihak Bundanya. Seorang
ayah yang dulu kehilangan harapan untuk hidup akhirnya memiliki kehidupan yang
baru bersama istri barunya. Namun sayang seiring waktu berlalu ayah Bu Nuraeni
lupa bahwa dia telah memiliki anak. Bertahun-tahun dia jarang sekali menengok
Bu Nuraeni. Bertemu hanya sesekali bila berpapasan di jalan. Yang sangat di
sesalkan di sini adalah ternyata tempat tinggal orang tua asuh Bu Nuraeni dan
ayah kandungnya tidak jauh bahkan di katakana dekat hanya beda RT. Bu Nuraeni
bercerita, dia masih ingat saat dia berjalan menuju sekolah saat itu dia duduk
di bangku Sekolah Menengah Pertama. Saat itu dia melihat anak-anak
(teman-teman) seusianya di antarkan bapaknya di bonceng hendak ke sekolah. Tak sengaja
di jalan Bu Nuraeni berpapasan dengan ayah nya “ nak ini uang seribu buat jajan” ayah
nya melemparkan uang lalu ia pergi. Saat itu banyak orang yang melihat kejadian
itu, yang membuat hati pilu di sini adalah cara memberikan uang yang di lempar
lalu ia berlalu dan tak perduli. Saat itu yang ia inginkan hanyalah bapaknya
menyapa dengan hangat dan mengantarkannya ke sekolah. Seketika Bu Nuraeni menangis
karena merasa tak di sayangi.
Waktu
berlalu Bu Nuraeni melanjutkan kuliah di biayai oleh orang tua angkatnya. Dan ia
pindah ke kota dari pedesaan. Orang tua angkatnya begitu menyayangi dan
mengasihinya. Hingga suatu ketika saat dia selesai siding skripsi dia
mendapatkan telpon dari ayah angkatnya bahwa ibu angkatnya sedang sakit. Lalu dengan
segera ia pergi menuju ke rumah. Dan saat tiba di rumah ia kaget bukan kepalang
ibu angkat yang menyayangi nya telah pergi dan tiada. Seluruh badan terasa
begitu lemas, tangis dan jerit yang bisa ia lakukan. Ia merasa kehilangan orang
yang paling berharga dalam hidupnya. 3 tahun kemudian semua telah berlalu, dan
Bu Nuraeni kini menjadi seorang pengajar. Bu Nuraeni di lamar oleh seorang
pemuda yang tinggal di pedesaan. Suasan begitu hangat dari pihak keluarga Bu
Nuraeni apalagi pamannya yang bekerja di Ibu kota begitu antusias. Lalu rencana
pernikahan pun di siapkan, hingga mendekati hari H tiba, ayah kandung Bu
Nuraeni datang, dia memberikan seekor kambing. Semua pihak keluarga berfikir
bahwa ini sumbangan untuk memeriahkan pesat pernikahan, tapi dengan egoisnya di
moment seperrti ini ayahnya malah bilang “
dari pihak keluarga di sini jangan ada yang makan daging kambing ini, saya
memberikan seekor kambing ini buat ekah anak saya bukan buat pernikahan”. Omongannya
memancing emosi paman dari Bu Nuraeni karena tersinggung dengan apa yang di
ucapkannya. Hampir saja terjadi keributan, untung semua bisa di lerai. Ayahnya sama
sekali tidak memberi uang sepeser pun untuk biaya pernikahan namun itu tak jadi
masalah banyak orang yang masih peduli kepada Bu Nuraeni.
Setelah
beberapa tahun pernikahan suami Bu Nuraeni penasaran dengan ayah kandung Bu Nuraeni,
ia menguji ayah mertuanya dengan berbagai cara. Namun jawabannya tetap tidak
peka dan tidak menunjukan rasa peduli terhadap Bu Nuraeni.
Namun
kelakuan sang ayah tidak membuat Bu Nuraeni membencinya, namun ia tetap masih
peduli walaupun sang ayang menelantarkannya.
Kejadian
ini menjadi cambuk dan motivasi bahwa dirinya harus menjadi orang yang hebat
meski tanpa seorang ayah. Dia selalu bersyukur masih banyak orang yang begitu
peduli dengannya apalagi orang tua angkat dan saudara-saudara dari pihak ibu kandungnya
di tambah dengan seorang suami yang begitu memperdulikannya,
Mungkin
bagi sebagian ayah di belahan dunia, menelantarkan anak tidak membani dalam
pikirannya, tidak berdosa dan menjadi hal yang biasa, namun meninggalkan
tanggung jawab sebagai seorang ayah tentu akan mendapatkan dosa dan ganjaran
yang setimpal. Keegoisan kadang menutup mata hati mereka , sehingga mereka
berbuat sedemikian kejam dan memperlakukan titipan Allah SWT dengan menyia-nyiakannya.
Padahal anak bisa jadi ladang pahala dan pemberi safaat kelak di hari kiamat.
Jadilah
ayah yang bertanggung jawab, jika kita takut dan masih beriman saya yakin rasa
tanggung jawab tidak akan hilang begitu saja. Hanya iman yang kuat akan membuat
seorang ayah bersikap bijak dan penyayang terhadap anak-anaknya. Jika iman
lemah mungkin seorang ayah memang memiliki pikiran yang sempit sehingga berlaku
seperti itu. Semoga siapapun yang baca kisah ini menjadi peka terhadap anak
yang telah terlahir. Karena anak tentu adalah titipan Allah SWT.
0 komentar:
Post a Comment