Ini
ceritaku, awalnya hanya ada canda , kebersamaan, tawa , bahagia dan menangis
bersama. Bersamanya seolah lengkap kehidupan ku. Tak ada hal yang aku cari lagi
dalam hidup ini, kenyamanan, kebahagiaan menjadi warna saat kami bersama. Bersama
mengejar mimpi, bersama berbagi cerita, melepas rindu dengan candaan. Kami bersahabat
dan kami bahagia, seiring usia kami bertambah kamipun di tuntut satu sama lain
untuk menikah. Namun aku bingung, aku merasa tak perlu mencari pendamping
hidup, sahabatku seolah telah menyempurnakan hidup ku. Aku terlalu merasa
nyaman dengan keadaan, tak sadar bahwa semua akan berakhir buruk seperti ini.
Awal
retaknya hubungan kami, saat aku memberitahu bahwa aku berkenalan dengan
seorang laki-laki yang siap mengajakku menikah, tapi aku tegaskan tidak mau
karena aku tak pernah menaruh hati pada laki-laki itu. Namun sahabatku
menanggapinya dengan berbeda dia berkata “ inilah
bahagiamu, aku tak akan menghalangimu lagi. Menikahlah kamu pantas bahagia,
jangan tunggu jodoh kita datang bersama, itu hal mustahil. Kamu harus bahagia”
aku ingin sekali jawaban dia tak seperti itu, lalu aku balas dengan pura-pura
saja menuruti apa katanya “ok kalo gitu,
aku akan nikah dengan dia. Kan kamu sudah kasih ijin”
Hari
terus berlalu, aku merasa ada yang salah dengan sahabatku, dia terasa begitu
jauh tak lagi sedekat dulu. Namun aku bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Memang
sahabatku aneh, dia selalu marah jika aku dekat dengan orang lain. Namun biasanya
sikapnya akan berubah menjadi baik dalam beberapa hari.
Hari
dimana aku bertemu pertama kalinya dengan kenalan yang di kenalkan oleh rekan
kerjaku, namanya Pratama, di poto dp bbm wajahnya laki banget, seperti orang
yang tegas wajahnya agak serem. Aku rahasiakan ini dari sahabatku, karena aku
selalu ingat sahabatku pacarnya banyak tak terhitung, karena factor usia aku
berusaha untuk mencari pendamping hidup meski memang aku merasa tak selera
karena hatiku sudah mentok tertaut pada sahabatku, namun keadaan ini seolah
memaksaku agar aku melakukan hal yang sama dengan sahabatku memiliki pacar
bahkan sampai kejenjang pernikahan.
Saat
itu Pak Pratama datang, aku menunggunya di rumah. Kami bersalaman, ada yang
janggal dari cara dia berbicara, hatiku kaget bukan main. Cara dia berbicara geli
sekali, bibir dan matanya seperti wanita genit, centil sekali. Hatiku berkata “sabar
liat dulu cara jalannya dari belakang, jangan menilai terlalu cepat.” Kami ngobrol-ngobrol
sekitar setengah jam, dia terus memainkan hp nya sambil berbincang dengan ku,
namun gayanya yang genit semakin membuatku bertanya “apakah dia seorang
laki-laki? Atau laki-laki setengah wanita?” tapi aku tetap bersabar hingga
akhirnya ia berkata dengan gaya paling genit yang aku lihat dan bikin kaget “ bu, kita makan bakso yu! Tapi bakso nya yang
enak!”. Cara dia berbicara, matanya yang mengedipkan sebelah mata dan cara
nya yang feminim semakin membuatku takut. Lalu aku iyakan saja saat itu, aku
sengaja berjalan di belakang dia ternyata cara jalannya sedikit goyang gak
tegap seperti laki-laki. Aku masih bersabar dan menenangkan diri membuang rasa geli
dan takut yang hinggap, di perjalanan aku di bonceng sama dia, aku kalo di
bonceng ama laki senengnya kebut-kebut tapi ini gak, melaju seperti kakek-kakek
yang udah agak rabun. Aku terus menenangkan diri aku yakin dia laki-laki tapi
mungkin caranya seperti itu. Tibalah kita di tempat makan bakso, kami makan
bakso berdua cara dia memakan bakso lama banget, lebih dari aku yang aku
sendiri termasuk lelet kalo makan, aku perhatikan gerik mata dan bibirnya, tak
henti aku memperhatikan cara bicaranya. Memang menyenangkan dia senangnya
bercanda tapi yang serem apakah dia laki-laki?. Tiba-tiba saat kami makan bakso
sahabatku mengirim pesan “dimana?”. Aku
jawab saja “ kemana aja gak ada kabar,
aku tunggu kamu dari tadi gak ngasih kabar, aku sih tidur aja gak kemana-mana?”.
Padahal bohong berharap dia gak tahu, tapi aneh perasaan takut banget dia tahu.
Setelah selesai makan bakso aku di antar pulang oleh Pak Pratama kesan pertaman
masih janggal. Sepertinya rekan kerjaku salah ini, katanya Pak Pratama cari
istri, tapi aku jadi takut sendiri.
Pertemuan
kami menjadi rahasia yang belum diketahui sahabatku, aku takut sebenarnya, aku
pernah hampir menikah di bulan Juni, namun sahabatku marah-marah dengan
hubungan ku. Aku sengaja mencari pasangan karena saat itu juga aku tahu dia
punya rencana menikah dengan salah satu pacarnya, aku sedih jika dia meninggalkan
aku sendiri . makanya meski tak cinta aku selalu berusaha mencari orang lain
agar aku mampu berpaling dari sahabtku, tapi usaha ku selalu gagal. Rencanaku saat
itu aku batalkan secara sepihak, karena aku tak mau sahabatku marah-marah. Dan ternyata
sahabatku juga gagal memiliki rencana pernikahan nya itu. Saat itu kami merasa
lebih dekat.
Hingga
sampai dia bertanya padaku, “ kamu tak
cerita bagaimana perasaan kamu berkenalan dengan Pak Pratama?”. Aku pikir
ini tidak akan menjadi awal yang buruk, makanya aku jujur dan berkata aku coba
memperlihatkan poto dari Pak Pratama, awalnya dia biasa datar tak ada respon
yang berarti. Tapi lama-lama dia mulai mengejek Pak Pratama wajahnya jelek
inilah dan itulah. 2 minggu dia marah-marah gak jelas, akhirnya tepat hari
selasa kami baikan kembali. Lalu berita yang menyakitkan itupun datang.
Dia
mengirim pesan ketika aku di tempat kerja “
lagi apa. Aku sekitar 5 bulan lagi akan menikah!”. Aku saat itu masih
santai dan menjawab “ Alhamdulillah
akhirnya kamu menikah juga, semoga bahagia ya. Jangan lupa nanti jangan pernah
nganggap aku orang lain, kalo ada acara apa-apa kasih tau saya”. Dia menjawab
ini dan itu panjang lebar dia menceritakan wanita itu, hingga akhirnya dia
perlihatkan poto wanita itu lewat pesan di sosmed. Akhirnya dadaku terasa
sesak, wajahku panas, emosiku memuncak rasa takut kehilangan dan sedih
benar-benar menguasai diri aku. Hingga aku menjawab “ pergi jauh, jangan pernah hubungi ku lagi. Awas kamu jangan pernah
nghubungiku lagi.” Lalu dia menjawab “ kamu
kenapa?”. Oon nya aku malah bilang “ kamu
enak nikah, aku gimana? Selama ini aku bahagia karena kamu ada, kini aku harus
siap kehilangan kamu . aku butuh waktu untuk menyembuhkan hatiku.” Sejadi-jadinya
aku nangis hilang semua konsentrasiku, berasa mendapat kabar yang paling buruk.
Lalu sahabatku meminta maaf dan janji akan menemaniku dan rencana pernikahannya
di tunda. Aku tak percaya sama sekali tak percaya saat itu aku masih di kuasai amarah
dan sedih yang membuatku berkata bodoh. Hingga akhirnya aku putuskan untuk
menjauh.
Saat
menjauh itulah aku berfikir banyak hal, bahwa cinta banyak bentuknya salah
satunya adalah melepaskannya, jika aku tak mampu membuatnya nyaman dan bahagia,
maka aku tak berhak mengahalangi kebebasannya untuk hidup bahagia. Dan
saat itu aku pun berfikir banyak hal, betapa egoisnya aku jika aku memaksa dia
untuk tetap hidup bersamaku sementara dia telah memiliki pilihannya sendiri.
Dan tak adil rasanya jika aku menahan seseorang yang akan memulai hidup baru
dengan orang lain, karena rasa takut aku tak mampu bahagia bersamanya. Aku hanya
berfikir tentang bahagiaku dengannya, tapi tak berfikir bahagia dia dengan
pilihannya. Aku menenangkan diri, aku ingin aku normal seperti biasa tanpa
rasa, ketika cinta datang, aku sulit menempatkan perasaan ini hingga aku tak
bisa mengendalikan hati dan perasaanku. Hingga akhirnya aku berusaha
menghubunginya walaupun sulit, dan aku meminta maaf telah berbuat salah, aku
telah bodoh dengan marah tak karuan.
Aku
memang mencintainya, tapi aku tak mau menahannya untuk tetap di sampingku, jika
ini akhir dari kebersamaan kita selama ini maka aku ikhlas jika memang ini
adalah salah satu kebahagiaanya. Setidaknya dia pernah menjadi bagian
terpenting dalam hidupku. Mungkin memang kita akan menuju pada takdir dan
impian kita masing-masing. Tak selamanya rasa yang sama dan selalu bersama,
kita akan berjuang untuk masa depan dengan tujuan yang sama, dan ternyata mimpi
kita berbeda. Kadang orang yang menggenggam tangan kita dan mengajak kita
berjuang adalah orang yang tak kita sangka kehadirannya. Maka setelah ini, aku
pun berusaha menyambut tangan Pak Pratama dan mengahargai semua usahanya dengan
berusaha menerima kekuranggannya dengan sikapnya yang feminim, mungkin ini akan
menyembuhkan lukaku. Karena yang membuatku pergi adalah aku tak bisa membuat
sahabatku tertekan dengan sikapku, memang selama ini aku bersikap tenang ketika
dia dengan bebasnya berbicara tentang semua pacar-pacarnya, tapi kali ini
berita yang aku dengr membuatku sadar bahwa cinta memang tak harus selalu
bersama. Dan aku akan berjuang bersama orang yang akan memperjuangkanku,
berusaha dengan menerima kehadiran orang yang baru. Namun memang meski aku
bingung, sahabatku pernah berkata bahwa dia memiliki perasaan yang lebih, namun
aku berfikir mungkin aku bukan tempat terkahir bagi dia, aku bukan tempat yang
nyaman bagi dia, tak sama apa yang aku rasakan semua berbeda. Semoga cinta
mampu bersikap bijak dan memberi keuputusan yang tepat. Semua bukan tentang
keegoisan kita, tapi semua tentang bagaiamana dengan kebahagiaan dia?
Kita
buka hati kita, akan ada cinta yang baru yang akan menyambut kehadiran kita. Dan jangan
sampai persahabatan berantakan karena kasih yang tak sampai
0 komentar:
Post a Comment