Home » , » KISAH HIDUP OEMAR BAKRI DI MASA KINI - CERITA PILU DI BALIK SOSOK SEORANG GURU

KISAH HIDUP OEMAR BAKRI DI MASA KINI - CERITA PILU DI BALIK SOSOK SEORANG GURU



Tas hitam dari kulit buaya
"Selamat pagi!", berkata bapak Oemar Bakri
"Ini hari aku rasa kopi nikmat sekali!"
Tas hitam dari kulit buaya
Mari kita pergi, memberi pelajaran ilmu pasti
Itu murid bengalmu mungkin sudah menunggu

(*)
Laju sepeda kumbang di jalan berlubang
S'lalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang
Terkejut dia waktu mau masuk pintu gerbang
Banyak polisi bawa senjata berwajah garang


Bapak Oemar Bakri kaget apa gerangan
"Berkelahi Pak!", jawab murid seperti jagoan
Bapak Oemar Bakri takut bukan kepalang
Itu sepeda butut dikebut lalu cabut, kalang kabut, cepat pulang
Busyet... Standing dan terbang

Reff.
Oemar Bakri... Oemar Bakri pegawai negeri
Oemar Bakri... Oemar Bakri 40 tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbakti memang makan hati
Oemar Bakri... Oemar Bakri banyak ciptakan menteri
Oemar Bakri... Profesor dokter insinyur pun jadi
Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri


Kembali ke (*)
Bapak Oemar Bakri kaget apa gerangan
"Berkelahi Pak!", jawab murid seperti jagoan
Bapak Oemar Bakri takut bukan kepalang
Itu sepeda butut dikebut lalu cabut, kalang kabut
Bakrie kentut... Cepat pulang
Oemar Bakri... Oemar Bakri pegawai negeri
Oemar Bakri... Oemar Bakri 40 tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbakti memang makan hati
Oemar Bakri... Oemar Bakri banyak ciptakan menteri
Oemar Bakri... Bikin otak orang seperti otak Habibie
Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri
Di atas  adalah lirik lagu Oemar Bakrie yang di nyanyikan oleh Iwan Fals, mungkin kisah Oemar Bakri tidak tercermin bagi mereka yang telah menjadi PNS, namun betapa tidak seorang Guru Honorer adalah cerminan dari kehidupan Oemar Bakrie itu sendiri. Ya, saya ingin sekali mencurahkan isi hati saya, sebab rasanya sedih dan harus bagaimana lagi?...
Suka duka menjadi seorang Oemar Bakri itu sendiri banyak sekali.
Ada beberapa hal yang menyenangkan saat kita menjadi seorang guru, pertama melihat anak didik seperti melihat cahaya, dan tumbuhnya keyakinan akan menciptakan generasi bangsa yang lebih baik, senyuman anak-anak membuat kita bertahan dengan pekerjaan yang kita jalani, rasa ingin menyampaikan ilmu dengan harapan anak-anak bisa pandai dan keluar dari kebodohan serta bahagia menyampaikan ilmu dan membangun jiwa anak-anak agar penuh motivasi. Bagi kami seorang tenaga honorer sendiri, melihat anak-anak dengan penuh harapan, serta menyampaikan ilmu dengan tujuan merubah menjadi lebih baik adalah hal yang paling menyenangkan. Tak hanya menyampaikan ilmu kepada mereka, namun memberi contoh yang baik dan mendidik anak-anak bersikap baik merupakan tanggung jawab kami. Meski lelah di perjalanan tapi setidaknya lelah pun hilang ketika melihat mereka yang menunggu kita di ruang kelas untuk belajar. Ya itu yang saya rasakan, mengajar juga sangat menyenangkan melihat tingkah anak-anak yang lucu pun membuat kita merasa awet muda. Tapi kita juga belajar tentang berbagai karakter anak-anak dari latar belakang keluarga yang berbeda. Bukan hanya menyampaikan ilmu, namun kita juga menambah ilmu.
Jika di lihat dari duka , sulit sekali untuk di ungkapkannnya. Ya meski kadang ini menjadi persoalan yang cukup rumit kalo di pikir-pikir. Jujur saja awal mengajar saya sendiri memang berpikir realita, uang adalah salah satu sarana untuk menyambung kebutuhan hidup. Dengan gaji Rp. 300.000 per bulan, kadang membuat bingung. Sekolah yang saya tuju lokasinya sangat jauh. Saya sendiri mengajar di dua sekolah, tiap sekolah sebulan saya mendapat honor sekita 150rb, jika di gabung total sekitar 300rb. Kadang bingung untuk membeli bensin, dalam seminggu saya mengajar 4 hari. Salah satu sekolah tempatnya sangat jauh, tepatnya di pedalaman, yang namanya Hp saja masih jarang, apalagi internet belum masuk desa tersebut. Sekolah SMP hanya satu-satunya dari lokasi tersebut dengan fasilitas boleh di bilang kurang. Jalannya pun gak semulus jalan tol, selain belokan yang agak tajam, selebihnya jalan berbatu dan berliku. Dari rumah saya menghabiskan waktu satu jam untuk menuju lokasi, udara yang dingin dan masih sejuk setidaknya manjadi obat di saat letih di perjalanan. Sangat jauh dari kata modern. Ada hal unik di tempat tersebut, ketika pelajaran sedang berlangsung terdengar suara pesawat terbang , lalu tiba-tiba anak-anak berbondong-bondong melihat dari jendela dan berharap pesawat tersebut menjatuhkan uang. Sering saya ingatkan, bahwa pesawat mana pun tak akan menjatuhkan uang di lokasi manapun. Tapi mereka bahagia bisa melihat pesawat terbang melintas di atas sekolah kami. Anak-anak di desa tersebut berasal dari keluarga yang tidak mampu, dengan latar belakang keluarga yang hampir setiap murid memiliki masalah yang rumit. Saya sendiri berusaha menjadi sahabat bagi mereka, teman cerita dan setidaknya berusaha menahan emosi ketika anak-anak tidak bisa di atur. Awalnya sulit sekali mengatur mereka, namun dengan perjalanan waktu mereka selalu mengucapkan  “ibu, ibu kami rindu ibu!”. Bagaimana bisa saya merasa letih, kalo tiap datang saya di sambut hangat oleh mereka. Hal yang pernah terjadi hampir saja membuat saya trauma adalah, ketika saya hendak pulang menuju rumah. Di perjalanan tiba-tiba ada mobil mewah yang berusaha menyelip, dan kejadian kurang enakpun terjadi. Saya terguling bersama motor yang saya kendarai, bukan maen kaget luar biasa. Seluruh tubuh menjadi lemas, tanpa sadar saya mengatakan hal yang kasar pada pengendara mobil tersebut dengan kesal dan mengatakan “mobil edan, gak liat-liat” seketika saya menangis karena kaget, dan saya merasa pengap gak bisa bicara dan ternyata dari mobil keluar sepasang kekasih, yang laki-laki meminta maaf yang perempuan berkata “mba saya obatin , luka-luka mba tapi tolong ganti kaca spion saya”. Menurut saya sendiri wanita itu sudah gila, ada juga saya yang ganti rugi. Tapi saya merasa masih selamat dan tidak kekurangan apapun tak ada luka yang parah, maka saya mengatakan “tak ada yang luka, saya hanya kaget” namun orang-orang di sekitar yang menolong saya, marah pada pengendara mobil tersebut, saya menekankan tak ada hal buruk yang terjadi dan saya meyakinkan mereka saya hanya kaget. Mungkin mereka kesal dengan wanita itu, akhirnya kami memutuskan untuk berdamai. Perjalanan jauh, nyawa yang menjadi taruhannya dan mendapat gaji yang ya begitulah adanya. Kadang sedih jangankan bisa menabung, untuk bensin saja ya seperti itulah adanya, bingung. Itu adalah cerita saya di SMP, laen SMP laen SMK. Saya sendiri di SMK mengajar Fisika dan Ipa, 3 kelas yang saya ajar, dari ketiga kelas obat anti stress saya hanya kelas XII, mereka aktif, pintar dan menyenangkan. Jika kelas X masih adaptasi dari sifat anak SMP menuju agak kedewasaan. Jika kelas XI apa yang saya sampaikan mereka faham, tapi di kasih tugas mereka banyak yang salah rumusnya. Kerja keras yang dahsyat, bagaimana caranya agar mereka faham. Tugas kami banyak tak hanya mendidik mereka agar faham terhadap pelajaran, tapi bagaimana merubah sikap mereka agar menjadi lebih baik lagi. Saya sadar jika hanya mengandalkan gaji mengajar, jangankan untuk makan tapi untuk bensin pun tidak ada. Saya mencoba peruntungan jualan online. Yang saya jual adalah aneka cemilan pedas, berharap usaha ini lancer untuk menyambung hidup. Biasanya siang saya mengajar, malam saya memasak. Dan pulang sekolah saya mengantarkan pesanan, saya berharap semoga gaji seorang guru honorer jangan Rp 5000/jam. Semoga setidaknya honor kami sesuai UMR , agar kami pun tidak kesulitan untuk memenuhi kebutuhan. Ibu Sri salah satu guru di sana pernah berkata “betapa gaya nya kita, memakai pakaian rapih keluar dari rumah dan menjadi seorang guru, anggapan tetangga, kita ini banyak uang, nyatanya untuk beli popok saja nihil” lalu saya pun menjawab dengan canda “ya ini lah hidup, hidup itu perih sekali. Namanya juga Oemar Bakri” mendengar kata Oemar Bakri, seolah membuat kita larut dalam tawa tapi dalam hati kami betapa sedihnya keadaan ini. Saya dua kali mendapat tawaran kerja dengan gaji di atas rata-rata. Tapi dua kali saya menolak dengan alasan mengajar, saya saat ini tidak bisa meninggalkan sekolah meski hanya Rp 5000/jam tapi tanggung jawab kami besar, tak terpaku dengan nilai uang Rp. 5000.
Semoga kesejahteraan juga mendekat pada kami, karena kami butuh bensin untuk menuju sekolah.
Semoga pemerintah juga memperhatikan pendidikan di pedalaman/pedesaan yang masih agak primitive, dan juga di kabupaten yang masih kurang lengkap sarana dan prasana nya. Karena pendidikan adalah tolak ukur suksesnya suatu bangsa.

Maaf ini memang hanya pengalaman hidup saya, barangkali anda bernasib seperti saya. Apapun yang kami lakukan di dunia pendidikan adalah panggilan jiwa meski dengan bayaran paling murah, tapi apakah kami juga tidak layak untuk hidup layak? hal yang membuat kami agar tetap bertahan adalah semoga ini menjadi amal dan ibadah di sisi Allah SWT. Aamiin….karena gaji kami minimum selebihnya semoga menjadi ibadah. namun tolong perhatikan pendidikan di negeri ini, baik kesejahteraan guru dan juga fasilitas sekolah nya..


/>

0 komentar:

.comment-content a {display: none;}