Saya
ingin berbagi cerita tentang pengalaman saya mengajar di dua situasi berbeda,
yang pertama saya akan bercerita tentang sekolah pertama, lingkungan dan sumber
daya manusia nya agak kurang.
Sekolah
Di Daerah Tertinggal
Pertama
saya menginjakkan kaki di tempat ini serasa 20 tahun mundur ke kehidupan jaman
dulu, rumah warga di sekitar sekolah kebanyakan masih rumah panggung, jalannya
rusak, anak-anaknya seperti yang jarang mandi. Dan bahasa yang mereka gunakan
sangat kasar, apalagi banyak anak yang lulus sekolah SD sudah menikah dan
menjadi sebuah adat, bahwa wanita turun ke dapur. Ketika saya menuju perjalanan
seolah sedang menuju hutan, di sepanjang jalan yang saya lihat adalah
pohon-pohon besar, dan rumah dari satu rumah ke rumah lainnya berjauhan. Saya
merasa berada di tempat primitive untuk menuju lokasi sekolah. Apalagi jalan
rusak menuju lokasi membuat nyali saya menciut takut terperosok. Maka saya
putuskan untuk menitipkan kuda besi saya, ke salah satu rumah warga untuk
berjalan kaki menuju lokasi. Sekolah nya masih baru, ruang kelasnya baru ada
dua, muridnya kelas VII 13 orang dan kelas VIII 21 orang, semua terlihat jauh
dari modern. Saya pikir tak ada tempat seperti ini, saya juga mengetahui bahwa
salah satu murid tidak bisa membaca dan menulis. Saya mengajar IPA terpadu
untuk kelas VII dan kelas VIII, sekolah di sini SDM sangat rendah, dan bahkan
mereka gampang mudah untuk lupa. Pertama melakukan ulangan harian saya kaget
bukan main. Rata-rata anak nilainya mendapat do re mi, seolah tamparan yang
keras bahwa saya gagal mengajari mereka. Lalu salah satu guru bahasa Inggris
mencurhakan isi hatinya yang kesal dengan nilai yang hampir sama juga, lalu
kami berbagi cerita. Ternyata bukan hanya saya yan mendapat kesulitan saat
mengajar, coba bayangkan nilai ulangan paling besar adalah 40, sisanya do re mi
rata-rata kebanyakan mendapat nilai 0. Saya tak terima dengan nilai sejelek
ini, dulu jaman saya SMP saya malah takut dapat nilai sejelek ini. Saya
putuskan untuk remedial lisan, bisa gak bisa. Lalu di hari berikutnya remedial
tes lisan, hampir dari beberapa anak bisa menjawab karena persiapan yang
matang. Saya mendapati salah satu siswa yang setiap di tanya kebingungan, apalagi
melihat isi jawabannya yang sama sekali tidak menyambung. Ketika saya membuat
soal dia menjawab asal dan hampir jawabannya semuanya berupa angka. Lalu aku
kaget, aku mencoba mengetes nya untuk menulis beberapa hurup abjad. Bahkan dia
kebingungan, aku pikir ini anak tak mampu baca dan tulis. Maka saya putuskan
untuk menulis semua abjad dia menyebutkan, alhasil aku yang habis akal karena
da benar-benar buta hurup. Lalu aku Tanya kondisi orang tuanya, tempat
tinggalnya barangkali ini anak malas belajar membaca karena stress di rumah.
Tapi ternyata saya mendengar jawaban bahwa keluarganya masih harmonis, saya
mencoba mengajarinya dia malah berkata “
kemaren saya sudah belajar tentang hurup dan abjad bu”. Lalu karena saya
merasa tertolak dengan niat saya yang tulus saya mencoba memintanya kembali
untuk menyebutkan alhasil nihil, karena saya juga masih penasaran saya mengetes
tentang perhitungan saya hanya bertanya 10-5 berapa? Dia makin bingung, justru
aku yang bingung disini kenapa anak tidak mampu membaca dan menulis bisa lulus
SD dan masuk sekolah SMP, saya agak kecewa tentang sekolah dasar tersebut tidak
bertanggung jawab meluluskan anak yang sama sekali tidak tau hurup apalagi
baca. Lalu saya bertanya lagi ke guru-guru yang lain, ternyata guru-guru yang
lain juga kerepotan dengan anak ini. Namun pemilik yayasan merasa kasihan dan
akan bekerja keras mengajarinya membaca menulis, selain itu pemilik yayasan dan
murid tersebut lokasi rumahnya berdekatan. Sedangkan kami guru-guru yang lain mengajarkannya
jika kami ada jadwal mengajar, untuk
mengajari membaca dan menulis untuk anak tersebut karena kami mengajar di
beberapa sekolah, dan waktu tempuh kami untuk menuju lokasi sekolah yang ini
menempuh waktu 1 jam bahkan lebih. Lokasi yang di pedalaman akses jalan yang
rusak menjadi kendala. Namun yang saya heran mengapa anak ini bisa naik kelas,
apalagi lulus? Apa yang ada di pikiran guru SD nya. Dan peran orang tua nya
tidak ada sama sekali, suatu waktu kami bercerita di ruangan guru dan saya
mendapati kenyataan bahwa, di kampung ini sekolah bukanlah kebutuhan pokok dan
kurang penting. Masyarakat disni hanya memikirkan makan dan tempat tinggal
sudah cukup. Serta pola pikir mereka masih jauh dan tergolong primitive ini
adalah kesuliatn bagi kami, tantangan juga namun cukup berat. Bukan hanya
medannya yang jauh, namun yang bikin soak adalah tingkah laku dan sopan santun
dari mereka juga bikin batin merinding. Namun lambat laun saya mencoba
memakluminya dan mengajarkan secara perlahan dan memberikan bimbingan moral
beberapa menit sebelum mengajar. Sulit rasanya menerangkan pelajaran IPA
tentang Fisika kepada mereka, banyak rumus yang harus di selesaikan. Kendalanya
adalah mereka tidak bisa perkalian 1 sampai 10. Ini merupakan tantangan berat
bagi saya, maka saya bagikan pembagian dan perkalian untuk setiap siswa, saya
berharap mereka menghapalnya agar proses belajar berjalan lancar. Kadang saya
mengajari mereka dari dasar dulu agar mereka tidak kebingungan. Saya tidak
ikhlas jika di pembahasan berikutnya ketika saya mengadakan ulangan mereka
nilainya do re mi lagi, setiap selesai menngajar saya membiasakan untuk
memanggil seorang siswa untuk menjawab pertanyaan yang saya ajukaan, atau
sebelum pelajaran di mulai saya selalu menanyakan pembahasan sebelumnya.
Alhamdulillah sedikit berhasil nilai do re mi berkurang, hanya satu siswa yang
hobi mendapat nilai 0. Sulit mengajari membaca, hampir setiap hari belajar baca
tulis namun masih tidak bisa, kesalahan entah pada siapa, atau mungkin ini anak
ada kelainan sehingga mengalami kesulitan untuk membaca dan menulis. Ketika
hampir semua siswa berhasil mendapat nilai bagus dan keluar dari do re mi, dia
masih tidak faham. Tapi aneh nya di tes lisan juga masih tidak bisa menjawab,
entah dimana pikirannya ketika saya sedang menjelaskan materi. Saya selalu
berharap nilai 0 sudah tidak ada lagi, maka saya selalu imingi mereka yang
mendapat nilai terbaik mendapat hadiah kadang berupa makanan atau alat tulis,
dan selalu memuji siswa yang nilai bagus agar yang lain juga ada kemauan untuk
meningkatkan belajar mereka. Kadang hati lelah itu saat anak-anak mendapat
nilai kecil, kita pengajar menempuh jalan jauh dan lokasi dengan medan yang
jelek serasa tak di hargai, untuk bensin pun kadang uang tidak ada, pasti
tahukan seorang honorer pendapatnnya bagaimana? Kami tidak mendapatkan gaji di
atas 300rb, malah kurang dari itu tiap bulanya. Kalau bukan karena ingin
memajukan anak bangsa, mungkin kami sudah menyerah. Rata-rata honorer seperti
kami selesai mengajar kami berdagang atau bekerja serabutan untuk kehidupan
kami sehari-hari. Ingin rasanya kerja sama antara murid dan kami itu saling,
mereka belajar dan jangan asal pun kami sudah bahagia. Memajukan anak bangsa,
ya melihat kondisi mereka kami pun kasian dan sedih, teringgal dari kota-kota
yang sudah maju. Ketika setiap anak saya Tanya karena nilai jelek, ada
pertanyaan yang bingung anak-anak jawab adalah ketika saya bertanya “ kenapa kalian malas belajar, apa kalian
tidak ingin sukses? Ibu mau tahu cita-cita kamu kalau sudah besar ingin menjadi
apa?” banyak yang bingung menjawab pertanyaan ini, mereka seolah tidak
memiliki rasa percaya diri bahwa mereka bisa sukses, motivasi dan semangatnya
seperti luntur total dan tidak punya harapan. Maka dari itu saya selalu
menyuntikan semangat pejuang untuk mereka setiap selesai mengajar, jika aku
sedang memberi motivasi anak-anak antusias mendengar pepatah ini. Stidaknya
mereka terdorong agar mau berjuang dan tidak malas belajar. Kesulitan kami mengajar
juga adalah fasilitas, saya selalu berusaha matia-matian ngemodal sendiri membeli
kertas untuk print materi dan gambar-gambar penting agar mereka mudah
memahaminya. Untuk LKS saja orang tua siswa tidak mengeluarkan biaya, sekolah
SMP di sana benar-benar gratis, masuk tanpa biaya baju batik dan baju olah raga
pun di berikan secara Cuma-Cuma, semoga anak-anak kedepannya lebih termotivasi
untuk sekolah, mumpung ada sekolah gratis. Tapi saya melihat kesulitan dari
anak-anak adalah medannya yang jauh juga menuju sekolah. Seperti ninja hatori
mereka naik turun gunung, yang paling seram adalah mereka melewati jembatan
yang terbuat dari bamboo yang hampir rusak, yang saya takutkan adalah mereka
terjatuh dan terbawa hanyut. Mungkin mereka saat belajar jatuhnya jadi
kelelahan. Bekal anak-anak untuk jajan saja tidak banyak hanya seribu rupiah.
Kadang miris liat mereka, saya sendiri gak bisa galak sama mereka. Wajah-wajah
mereka kadang bikin teduh saat saya telah menempuh perjalanan jauh. Mereka
benar-benar polos. Kami memang mengalami tantangan yang berat, tapi disini saya
juga berharap uluran tangan pemerintah, tentang fasilitas sekolah dan yang
lain-lain agar anak-anak di daerah tertinggal bisa maju. Karena mereka juga
generasi bangsa. Ini sekolah SMP yang banyak hal yang harus kami lakukan agar
mereka lebih maju. Dan semoga anak-anak yang lainnya juga tergoda untuk
melanjutkan sekolah. Kebanyakan dari mereka setelah lulus SD sedikit yang
meneruskan ke SMP. Semoga perjuangan kami tidak sia-sia. Tapi selain di SMP
saya mengajar di salah satu SMK
Kondisi
Buruk Membuat Anak-Anak Jenuh Dan Malas
Di
salah satu SMK saya mengajar tentang FISIKA untuk kelas X, XI dan XII. Sekolah
kejuruan ini juga merupakan SMK yang didirikan oleh sebuah yayasan dsan
pesantren. Kondisi pesantren kurang terurus, bangunannya sebagian hampir roboh
yang paling miris fasilitis WC di sana bikin elus dada, sedikit dengan jumlah
orang yang banyak mana cukup. SMK tersebut belajar di lokasi pesantren, kami
para guru selalu datang tepat pada waktu, namun siswa datang selalu terlambat,
dengan alasan tidur jam 11 bangun jam 3. Kegiatan dari jam 3 selesai jam 10,
jam 10 mereka baru mandi dan makan. Sementara pelajaran di mulai pukul 10
tepat, sekolah ini sepenuhnya di atur oleh pihak yayasan, padahal kami
guru-guru komplen soal waktu. Kami bisa berbuat apa? Sekolah disini seolah
mati, tak ada semangat. Beberapa siswa dari kelas X banyak yang pindah, itu
terjadi karena alasan yang tidak betah dengan kondisi tersebut. Aku selalu
berfikir andai aku yang memiliki pesantren ini. Maka kegiatan pesantren akan
aku kurangi selesai jam 8 malam, agar dari jam 8 sampai jam 9 anak-anak bisa
mengerjakan tugas dan istirahat yang cukup. Entahlah? Ini benar-benar membuat
kasian liat anak-anak, saya sendiri tidak bisa galak dengan mereka melihat
kondisi mereka yang lemas dengan wajah seperti di film vampire pucat melihat
mereka saya Cuma berharap anak-anak mau belajar, saya kadang memberi pengarahan
kepada mereka tentang makanan yang berbigizi agar kondisi badan fit. Oke lah
untuk kelas X dan XII sudah bikin saya bangga, karena mereka termotivasi untuk
bejalar dan cepat faham. Tapi kelas XI???? Hampir semua guru mengeluh, sampai
ada yang keluar sambil kecewa, sedang saya sendiri mengalami ketika masuk kelas
anak-anak sudah bubar entah kemana??? Saya kecewa, maka saya tegaskan bahwa
yang mau belajar oke silahkan yang tidak silahkan keluar, dan untuk nilai tak
aka nada perbaikan dan bantuan. Syukur sebagian sudah mulai ketakutan. Disini
yang saya lihat kondisi dan lingkungan begitu buruk, saya sendiri melihatnya
begitu jenuh, disiplin waktu amat buruk karena kegiatan terlalu padat,
peraturan yang di buat selalu di langgar tanpa hukuman yang jelas. Proses
mengajar benar-benar tergganggu, fasilitas juga amat sangat rendah. Aku sendiri
ingin fasilitas siswa terpenuhi, karena ini juga merupakan hak mereka untuk
mendapatkan fasilitas itu. Tapi setidaknya disini meski mereka cape dengan
segudang kegiatan mereka tidak terlalu pelupa untuk mengingat pelajaran.
Kadang
ke dua sekolah ini selalu membuat saya banyak pikiran, memutar otak agar
anak-anak masih semangat dan terus semangat,
Yang
membuat saya tidak bisa tidur adalah, ketika salah satu siswa di keluarkan dari
sekolah dan pesantren karena masuk genk motor. Padahal ini adalah tantangan
membuat siswa agar faham dan ke arah yang lebih baik, dan siapapun berhak
mendapat kesempatan. Tapi pihak pesantren?? Ingin mengeluarkan anak tersebut,
padahal pihak sekolah sudah memohon agar di beri kesempatan. Sebenaranya apa
yang salah disini??? Ingin rasanya sekolah SMK lingkungan nya berpisah dari lingkungan
pesantren. Karena kondisi yang jenuh membuat anak-anak semakin buruk dengan
kurang nya motivasi belajar. Dan waktu yang terlalu padat membuat mereka
kelelahan, semoga jika sekolah selesai di bangun, kami pindah mendapat suasana
baru dan anak-anak bisa lebih ceria dan semangat belajar.
Ya,
sekolah ini banyak cerita, aku mendengar salah seorang siswa kelas XII ada yang
mengidap penyakit leukemia, saya kaget dan sedih. Pantas wajahnya begitu pucat,
tapi anak tersebut rajin masuk sekolah hanya jika di periksa anak tersebut
jarang masuk dan saya berharap ada keajaiban hingga anak itu sembuh. Siswa
tersebut adalah orang yang pernah melihat saya jatuh dari motor dan menolong
saya. Semoga Allah SWT memberikan pertolongan dan kesembuhan untuk anak itu. Aamiin
Dari
kedua situasi tersebut semoga ada jalan keluar agar motivasi anak-anak lebih
termotivasi. Dan saya harap uluran tangan pemerintah untuk memberi bantuan sarana
dan prasarana nya agar kegiatan belajar mengajar bisa berjalan dengan baik. Bagi anda yang memiliki pendapat solusi,
kirimkan komentar anda.
0 komentar:
Post a Comment