Sedikit
banyak cerita tentang kita menemani langkah kita untuk meraih mimpi. Di setiap
perjalanan dalam menggapai tujuan tentulah kita saling melibatkan, karena rasa
saling membutuhkan dan hal yang sudah terbiasa kita berjalan berdampingan. Waktu
memang mampu merubah segalanya, kita yang selalu beridiri dan berjalan bersama
akhirnya jatuh pada rasa yang sama. Namun perasaan kita memang tidak akan pernah
menyatu, itulah pikir kita. Mustahil kita bersatu karena kita hanya sebagai
sahabat. Kita terbiasa berdampingan karena memang kita punya tujuan yang sama. Namun
ketika aku berpikir bahwa cinta mampu menyatukan kita ternyata aku salah hingga
berpikir seperti itu. Setiap waktu aku lalui untuk beraharap agar kita bisa
menyatu, bukan karena terbiasa selalu bersama namun aku pikir kamu adalah salah
satu kebutuhan hidup yang paling utama. Karena kamu merupakan harapan terbesar
dan dorongan yang memberi semangat dalam setiap detik kehidupan ku.
Pernah suatu
hari kamu ceritakan tentang rasa, kata kamu menyayangiku dan jangan
meninggalkanmu membuat hati ini terkunci dan tak mampu membuka ke lain hati. Kata
sayang dan jangan tinggalkan ternyata hanya omongan belaka, ketika kamu berkata
bahwa beberapa bulan lagi akan menikah. Hati ini tiba-tiba terasa perih dan
kecewa, namun aku tak punya alasan untuk marah meskipun sebenarnya aku berhak
untuk marah. Untuk sesaat aku menjauh karena aku pikir ini adalah jalan yang
tepat untuk menenangkan diri. Hingga akhirnya ada seorang laki-laki yang sudah
cukup berumur mengajakku berkenalan. Dia adalah seorang pengajar sahabatnya
temanku saat kuliah. Laki-laki itu berniat serius dan mencari istri. Aku pikir
aku tidak bisa membuka hatiku untuk laki-laki yang baru, awal perkenalan aku
terkesan cuek, dingin dan ogah-ogahan. Namun laki-laki itu begitu gigih hingga
aku merasa yakin untuk menerimanya. Begitu banyak aku belajar dari hal ini,
bahwa laki-laki yang serius akan datang ke rumah dan meminta ijin terhadap ke
dua orang tua kita, dia rela berjuang dan tak berhenti sampai kita yakin, meski
telah yakin dia akan menyusun rencana ke tahap yang lebih serius lagi. Aku bandingkan
dengan sahabatku yang mengatakan sayang namun tanpa melakukan apa-apa atau kearah
yang lebih jelas. Hingga akhirnya aku ikhlaskan sahabatku dengan orang lain,
dan aku berjalan dengan orang yang aku pilih.
Tiba
saatnya ketika kita bertemu dan mampir di rumah makan, aku bertanya terhadap
shabatku, bagaimana rencana pernikahan itu? Dia menjelaskan bahwa rencananya
gagal berantakan, karena pihak perempuan menghina mentah-mentah pihak
sahabatku. Wajahnya memang memasang wajah kecewa karena menahan emosi dan malu
terhadap ke dua orang tua. Aku hanya memberi semangat dan saran-saran kecil
agar dia tidak lelah berjuang mencari yang sempurna di matanya. Aku saat itu
tak bilang bahwa aku juga memiliki rencana besar bersama orang yang telah ku
pilih
Sahabatku
jika bertemu memang seperti itu, bercerita dari a hingga z, sikapnya berubah
manja dan selalu ingin di perhatikan itu dari jaman dulu yang sempat membuatku
tertipu dengan perasaanku sendiri. Kini apapun yang di katakannya aku hanya
mendengarkannya dan berusaha untuk tidak mempercayainya lagi. Memang selama
hampir 7 tahun kita sedekat ini, berjalan dan berjuang bersama, saling
mendukung dan memotivasi tapi tidak membuat kita bersatu.
Aku
berpikir aku hanya bagian dari perjalananmu, kita berjalan berdampingan namun
kita punya tujuan dan impian yang berbeda. Boleh jadi kita saling berpegang
tangan dan saling bahu membahu, namun tempat pemberhentian kita berbeda. Kita akan
berhenti di tempat yang berbeda. Aku bukan rencana dalam masa depanmu, aku tak
pernah ada dalam tujuanmu. Hingga akhirnya pemikiran yang seperti ini membuat
aku lebih nyaman dan membuang perasaan yang tak jelas ini.
Hari
berikutnya, dia sahabatku mengirimku pesan dari luar kota. Lalu aku merasa
tidak bisa menutupi rencanaku, aku tak mungkin berdusta atau menyembunyikan
seperti apa yang selalu ia lakukan kepadaku. Hingga aku katakana semuanya,
reaksinya awalnya tenang dalam obrolan masih terkendali, lalu tiba – tiba dia mengatakan
bahwa dia membenciku karena alasanku, rencanaku dan impianku. Lalu aku katakana
pada dia” aku belajar darimu, saat kamu
selangkah lebih maju dari ku, kamu terus bergerak tanpa mempedulikanku”. Lalu
dia berkata “ apa kamu sudah siap hidup
tanpa aku?” lalu aku jawab “pertanyaanmu
aku kembalikan kepadamu apa kamu sudah siap saat itu hidup tanpa aku ketika
kamu membangun mimpi dengan orang lain?” lalu dia bilang “tidak”. Aku jawab kembali “ aku meniru langkahmu, inilah jalan yang aku
tiru dari jalanmu, sebenarnya saat kamu hendak mempersiapkan rencana besarmu
ada seorang laki-laki yang berniat mengajakku hidup bersama, saat itulah aku
menerimanya karena kegigihannya. Sudahlah untuk saat ini kita saling mendukung
saja.”
Dia
bilang dia tak konsentrasi entah apa yang ada dalam hatinya, dia merasa sedih ,
kesal dan marah setidaknya itu yang ia katakana padaku.
Namun
dia tidak tahu, bukan hanya dia yang merasa sakit, aku pun merasakan sakit yang
sama saat itu, aku hingga terjatuh dari motor, konsentrasiku hilang, menangis
dalam waktu beberapa hari. Namun aku tak mau di bodohi dengan kata-kata yang
tidak jelas, setidaknya ia tidak menahanku dan menyakitiku. Setidaknya ia
menghargaiku sebagai sahabatnya tak perlu sebagai kekasih yang mau-maunya nyakitin.
Ini
jalan kita, semua telah terlambat semua telah berbeda. Aku dengan jalanku,
berjalan terus dan tak mau mengengokmu bukan karena aku kejam, tapi aku sudah
memilih laki-laki yang berusaha membuatku yakin. Cinta bukan tempat singgah sementara, yang seenaknya kamu datang lalu pergi.
Cinta juga bukan mainan yang seenaknya kamu bisa mengukir kata-kata yang kamu
ucapkan tanpa hati. Belajarlah menghargai perasaan orang lain, dan jangan
karena kamu di cintai kamu bisa seenaknya memperlakukan orang yang mencintaimu.
Kesempatan hanya terbuka bagi mereka yang tulus, bukan bagi mereka yang lihai
dalam bermain.
Engkau sahabatku belajarlah menghargai orang lain sebagai
bentuk pengehormatan untuk dirimu sendiri. Tak ada lagi alasannmu menahanku
untuk berjalan bersama orang lain, ini kali ke dua kamu bermain curang di
belakangku. Dulu ketika aku hampir saja menikah kamu katakan jangan menikah,
lalu aku putuskan untuk mengakhiri hubunganku dengan orang itu dengan memilih
mendampingi hidupmu, tapi tiba-tiba aku dengar kabar bahwa dalam waktu dekat
kamu juga akan menikah, namun renana itu gagal lagi. Jangan pernah bermain
curang mungkin inilah alasan kegagalanmu yang selalu bermain curang di
belakangku dan mempermaikan perasaanku, meski aku tak membalasmu tapi
kegagalanmu adalah peringatanmu sendiri. Jangan pernah bermain curang soal
hati.
0 komentar:
Post a Comment