Ini
tentang kesunyian hati, tentang kekosongan dalam tiap ruangan hati yang sendu.
Aku melangkah tanpa ada seseorang yang menemani perjalanan hidupku, aku masih
bertahan sendiri melawan waktu. Tiba-tiba aku bertemu dengan sahabatku, dia
sudah memiliki anak, dia bertanya “ kapan
kamu menyusul?” aku tak menjawab hanya tersenyum sesaat. Lalu dia berkata “kamu terlalu banyak memilih terlalu sibuk
mencari yang sempurna!” aku enggan menanggapinya. Lalu dalam hati aku
berkata, mungkin mereka tidak pernah tahu, bahwa aku pun telah berusaha mencari
pendamping yang mau menerima aku apa adanya, aku mengukur diri tak ada makhluk
yang sempurna dan aku pun jauh dari kata sempurna. Setiap kali aku bertemu
pasti mereka bertanya “ kapan menikah, ko
betah hidup sendirian?” bosan seringkali aku ingin menjawabnya, namun toh
mereka juga tidak akan mengerti. Terlalu sering mereka bertanya membuatku jadi
tambah bingung dan bertanya sendiri “ kapan
aku bertemu dengan jodohku?”. Semua orang pasti akan mengalami pertanyaan
tersebut. Pernah suatu ketika, aku berjalan dengan adik kelasku tiba-tiba dia
nyeloteh sangat tidak sopan menurutku “
kakak, ko aneh ya sepertinya gak mikir gitu, usia segini belum nikah”.
Dalam hati aku berkata aduh ini anak ngomong sembarangan. Lalu aku menjawab “ bukannya gak mikir, kita cari dan berdoa
sudah cukup namun tak perlu menyesali diri dan terlihat bodoh karena menunggu jodoh
yang belum kunjung datang” Lalu dia berkata “ iya si kak, tapi temen kakak yang itu aneh belum nikah seperti orang
stress, mikir yang .aneh- aneh nulis status yang lebay-lebay.” Lalu aku
menjawab “ ya memang setiap orang bebas
berekspresi, mungkin dia nulis status karena rasa kesepian, ingin mendapat
tanggapan dari orang lain, atau ya memang nyamannya seperti itu. Setiap orang
kan berbeda, bukan berarti aku tak menulis status yang alay aku gak mikir itu
kembali ke masing-masing orang.” Lalu dia terdiam, aku dulu biasa saja, tak
pernah gelisah dengan yang namanya jodoh. Namun seiring usia bertambah, kicauan
tetangga dan teman-teman aku merasa tertekan sendiri terasa waktu begitu
menghimpit seolah tak ada kesempatan untuk bergerak dan merasa seperti
nenek-nenek yang tak berhak mendapatkan kesempatan untuk mengecup manisnya
hidup. Di tambah kakakku yang bawel, hari libur kerja biasanya aku tidur
panjang, kakakku marah-marah karena orang seperti aku harusnya main, aku
bingung semua terasa begitu kacau. Lalu dia berkata “ kamu sudah tidak bisa santei-santei lagi, usiamu bukan anak usia 18
tahun” Semua terasa seperti bunyi alarm yang berbunyi setiap saat dan
dimana saja. Rasanya aku ingin lari ke luar negeri mengungsi beberapa tahun dan
kembali-kembali bawa suami, itu pikirku jika sedang di gempur dengan pertanyaan
kapan menikah?
Lalu
sahabatku yang baru saja menikah menyarankan agar aku bersikap agresif, gesit
dan maksa laki-laki untuk menikah. Aku geleng-geleng kepala rasanya aku malu
jika seperti itu, orang membombardir kapan nikah itu rasanya seperti polisi
yang nanya tersangka yang harus di jawab dengan jawaban yang pasti. Rasanya jika
pun ada orangnya (jodohnya) ya saya akan undang semua, kalemin aja rasanya
ingin seperti itu. Tapi??? Kesunyian memang tidak bisa di bohongi, banyak orang
yang belum menikah dan melakukan berbagai macam cara agar tidak menjadi beban
dalam hidupnya
Ada yang hobi nulis status di
medsos
Nyalurin hobi
Ada yang senang travelling dan
shoping
Menyibukkan diri dengan pekerjaan
Macam-macam
yang penting jangan sampai depresi saja. Aku percaya pernikahan (di
pertemukannya kita dengan pasangan kita) itu merupakan drama kehidupan yang
waktu dan tempatnya sudah di rancang sedemikian sempurna sebagai kado istimewa yang
di berikan Tuhan untuk semua hambanya. Semua sudah ada dalam takdirnya. Namun
sekarang bagaimana kita beusaha dan berdoa tiada henti, jangan cemas dengan perkataan
orang. Mereka asal bicara karena mereka tidak pernah tahu posisi orang seperti
kita, di usia yang seperti ini belum berjumpa dengan kekasih hati. Sudah lah
berpikir poistip aja , jangan mikir yang aneh-aneh.
0 komentar:
Post a Comment